Langsung ke konten utama

Postingan

Eat That Frog (Brian Tracy) Page #14

Latihan praktik yang dilakukan berdasarkan buku Eat That Frog halaman 14. Tulis 10 tujuan yang ingin dicapai di tahun 2024, tapi tuliskan dengan kalimat seolah-olah tujuan-tujuan tersebut sudah tercapai, kemudian tentukan yang mendatangkan dampak paling positif! 1. Saya telah konsisten berolahraga (bersepeda ke kantor, latihan beban di kos, dan ke gym di weekend) 2. Saya memiliki berat badan 70 Kg dengan massa otot signifikan 3. Saya telah mencapai total donor darah 40 kali 4. Saya telah membaca selesai 12 buku 5. Saya memiliki skor TOEFL 600 6. Saya berhasil menabung 50 juta 7. Saya berhasil menerbitkan 1 penelitian di jurnal (dan mengirimkan ke surat kabar) 7. Saya telah rajin sholat berjamaah di mesjid maupun sholat malam dan dhuha (serta rawatib) 9. Saya telah rajin mengaji dan mengikuti kajian (dan menuliskan di catatan kajian) 10. Saya telah rajin berpuasa sunnah (senin kamis, ayyamul bidh, dan puasa daud) Semua tujuan tersebut adalah sesuatu yang secara aktif dapat saya kontrol,
Postingan terbaru

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al

Walking around aimlessly

There's a distinction between doing something meaningfully and just doing something for the sake of doing it. And right now I think I'm doing the latter. Di antara berbagai keputusan yang berdampak besar bagi hidup saya, menikah dengan istri saya adalah hal yang paling memberikan dampak positif dibanding keputusan apapun. Masih berpisah dengan istri menjelang setahun pernikahan kami merupakan hal yang tidak pernah saya duga. Selain kesulitan yang saya rasakan, saya juga kasihan dengan istri saya dan keluarga di Sumbar yang masih terpisah dengan saya dan belum bisa saya berikan kepastian kapan saya pindah. Sehari-hari rasanya sungguh hambar, seperti yang saya katakan di awal bahwa saya merasa apapun yang saya lakukan menjadi tidak bermakna dan sia-sia. Karena semua hal yang saya kerjakan tidak akan pernah mendekatkan saya pada istri saya, tidak akan mempercepat kepastian kapan saya pindah. Saya mulai menjadi apatis terhadap semua orang disekitar saya dan hal itu cepat mereka tan

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

Early bird through and through

Bangun pagi, atau lebih tepatnya bangun sebelum pagi menurut saya adalah sesuatu yang semua orang harus coba lakukan. Bagi saya pribadi yang tidak bisa tidur terlalu larut jelas hal ini sangat mudah dilakukan. Jam 09.00 sudah tidur, kemudian sekitar jam 03.30 terbangun dengan siap melakukan aktivitas di hari tersebut. Tentu hal ini akan terputus ketika saya terpaksa terjaga hingga malam karena ada pekerjaan, ada aktivitas sosial dengan teman, atau sakit yang memaksa saya terjaga hingga tengah malam. Lingkungan keluarga di masa kecil juga saya yakin 99,99% mempengaruhi kebiasaan ini. Di rumah, mama papa selalu membiasakan sudah mematikan lampu rumah jam 08.30, kecuali ketika ada tamu yang datang, atau ada acara sosial di sekitar rumah. Hal ini terbukti juga ketika saya kuliah, saya biasa bermain mobile legends dengan teman-teman hingga pukul 01.00 dini hari hampir setiap malam sehingga saya kesulitas bangun pagi. Kebiasaan tidur dan bangun awal ini tentu bukan konsep baru yang mind-blow

Utamakan* self-care! (*syarat & ketentuan berlaku)

  Menjadi orang yang peduli terhadap diri sendiri itu sulit, terutama ketika pekerjaan menumpuk dan sama sekali tidak punya waktu untuk diri sendiri. Saya pribadi baru belakangan ini memprioritaskan itu dengan menempatkan diri saya di atas pekerjaan. Alhasil banyak sekali hal yang bisa saya lakukan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Sebagai pegawai relatif baru yang diharapkan bisa ini itu dan hanya bisa "iya pak, siap pak---" saya tidak punya pilihan lain kecuali menjalankan apa yang saya terima meskipun kadang pekerjaan lain sudah menumpuk. Keadaan itu makin parah karena saya memang punya bakat diluar pekerjaan teknis, dari desain grafis photoshop, MC, hingga hal sepele seperti memimpin senam. Siapa yang dengan akal sehatnya melihat pegawai serba bisa dan berkata "Ah dia kan bisa ini itu, kasih saja kerjaannya ke orang lain", yang ada malah semakin diberdayakan dengan dalih "Kan cuma kamu yang bisa" hmmmmmmm. Apakah jadi orang yang serba bisa itu harus

Hubat habit hubat habit

  Membangun dan terus mengusahakan perbaikan diri sendiri adalah tanggungjawab kita masing-masing. Kebanyakan orang mungkin berhenti untuk melakukan itu ketika sudah berada di "zona nyaman". Misal ketika sudah bekerja, menikah, menjadi ayah/ibu dan seterusnya. Ilusi kesempurnaan dan kecukupan itu kadang membuat kita merasa telah "settle" karena sudah puas dengan kualitas hidup yang telah kita miliki. "Untuk apa sih jadi lebih baik? Kan saya ga ngapa-ngapain juga udah cukup?" "Gak ada salahnya kan kalau saya di titik ini sekarang?" "Istri saya terima saya apa adanya kok" Pernyataan seperti itu sepenuhnya saya pahami, tentu perbaikan diri pun ada batasnya. Justru pemikiran seperti "perbaikan itu seumur hidup" atau "tidak pernah puas" terhadap diri sendiri itu berbahaya dan akan berbalik menajadikan kita malas untuk berbuat apapun. Bagi saya pribadi, saya masih ingin berusaha jadi diri yang lebih baik lagi. Setidaknya s