Langsung ke konten utama

Teratai Terindah


“It’s been three years since I first met you on that highschool.
So many things have changed since then,
I feel like it was too fast that I regret some of my mistake there.
Yeah I almost forgot everything about our past.
I forgot how I used to be in this past three years.
I don’t know what is changed from me, I’ve forgot that.
But I’m promise, I’ll never forget you”

======================================================================

Pagi itu adalah kali pertama aku dan teman lainnya bertemu untuk latihan lapangan, latihan lapangan pertama kami yang gagal. Siang itu hujan deras sekali. Angkot yang aku naiki bocor, terpaksa aku menerima setiap tetes air dingin dari atap angkot itu dengan ikhlas. Hingga sampailah angkot itu di suatu perempatan lampu merah. Aku bergegas turun dan berlari menuju gerbang sekolah yang jaraknya 150 meter dari sana, berharap waktu akan iba dan kembali berjalan mundur agar aku tidak dihukum senior di lapangan.

Pagi itu, Pagi itulah aku bertemu dengannya, dia duduk manis di pos penjagaan berdua dengan teman perempuan sekelasnya yang dulu juga pernah satu sekolah dengannya, berlindung dari derasnya hujan. Dia tersenyum padaku. Aku terdiam beberapa detik ketika berdiri didepan gerbang sekolah itu menatap senyumnya, hingga aku basah kuyup. Segera aku masuk pos penjagaan yang lumayan besar itu, memeriksa apakah buku dan perlengkapan yang aku bawa di tas tetap kering.

“Kamu ikut ekstra ini juga ya?” Tiba-tiba dia bertanya padaku.
“Oh i-iya, aku Alfian, dulu dari SMP 3”
“Kenalin, aku Nisa, dan ini temen aku dari SMP 1 dulunya”
“Udah lama ya nunggu yang lain?”
“Iya nih, kok mereka belum pada datang ya”

Percakapan itu menggantung begitu saja, aku benar-benar gugup. Kami bertiga hanya mendengarkan suara hujan dan petir. Hanya mereka berdua yang lanjut asyik mengobrol, sedangkan aku hanya menguping.

Pasrahlah aku melihat semua barang yang aku bawa ternyata tidak ada yang selamat dari tetesan hujan. Ini sih sudah jam 08:11 tetapi belum ada senior ataupun teman satu angkatan yang datang lagi ke sekolah. Kemana sebenarnya mereka?

Akhirnya hujan mulai reda, sinyal handphone mulai membaik. Mulai bermunculan SMS dari teman-teman se ekstra, katanya latihan dimulai jam 09:00 karena hujan. Tapi saat kulihat jam sekarang sudah pukul 08:55. Andai aku menerima pesannya lebih cepat mungkin aku tidak akan memaksakan untuk hujan-hujanan. Ingin rasanya aku banting hp ini.

=======================================================================

Latihan lapangan ini ternyata dikhususkan untuk kegiatan pemilihan Palu-Bulu, Carik dan Jagabaya. Posisi-posisi penting dan yang akan menjadi penggerak kegiatan angkatan ku ini. Aku juga ikut mencalonkan diri menjadi Palu. Dengan teman-temanku yang lain yang juga mencalonkan, kami dibawa ke suatu ruangan oleh senior dan diharuskan menutup mata kami dengan selembar kain. Kain itu memang sebelumnya sudah ditugaskan untuk dibawa oleh kami.

Baru beberapa minggu aku di SMA ini setelah beberapa hari melewati MABIS, namun aku masih belum siap dengan yang senior kami lakukan di ruangan itu. Aku kaget karena baru pertama kali aku mengalaminya, aku pernah mengalami kejadian yang sama saat aku dipalak oleh preman-preman sekolah si SMP dulu, tetapi ini lebih parah dari itu. Selesai itu dibariskanlah semua kandidat di depan semua anggota ekstra di lapangan dengan atributnya masing-masing. Beberapa orang mengenakan papan nama bertuliskan “Palu”, “Bulu”, “Carik putra”, “Carik putri”, “jagabaya putra”, dan “jagabaya putri”. Tapi aku bukan orang yang mengenakan papan nama “Palu”, aku terpilih sebagai “Carik putra”.

Amanah pertamaku aku jalankan dengan disiplin, tugasku adalah untuk menyebarkan semua informasi dan menjadi pendata absensi dan keuangan angkatanku. Disitulah aku tahu nama lengkapnya, tempat tinggal, tanggal lahir dan semua tentangnya. “Seberapa beratpun tugasku di ekstra ini, aku pasti bisa melewatinya jika ada dia”, fikirku.

=======================================================================

Dua bulan telah berlalu dari pertemuan pertama. Semuanya berjalan baik-baik saja. Pelantikan yang baru kami laksanakan yaitu pelantikan Capas sangatlah seru dan menegangkan. Aku juga mulai akrab dengannya, walaupun tidak semua tentang dia aku ketahui, tetapi ada temanku yang selalu bersedia menceritakan tentangnya jika terjadi sesuatu tentang dia. Hal terakhir yang aku tanyakan adalah statusnya Ya, dia masih single.

=======================================================================
            Apa yang membuatku begitu hancur beberapa bulan setelah hari itu adalah karena aku menyimpan terlalu banyak harapanku padanya. Saat dia bersama orang lain, maka tidak ada yang bisa disalahkan selain diri sendiri, hanya aku yang salah.

            Aku tidak lagi berani mendekatinya, bahkan ketika temanku berkata laki-laki itu menyakiti hatinya. Lagipula, apa yang benar-benar bisa aku lakukan disaat seperti itu, Nisa saja sudah pernah menerima laki-laki itu lagi bahkan setelah dia disakiti lebih buruk dari itu.

Kesalahan terbesarku pada dirinya adalah aku tidak melakukan semuanya dengan ikhlas. Aku berbuat baik padanya untuk mendapatkan hatinya, bukan melakukannya dengan tulus sebagai sahabat. Dan kini aku sadar bahwa aku tidak boleh memilikinya, dan aku tidak lagi berambisi seperti itu. Aku ingin dia menjadi sahabatku lagi.

“Semoga Nisa cepat sadar”

=======================================================================

Menurutku, memandang jauh kebelakang adalah keahlianku, mengungkit masa lalu yang terkadang kebanyakan orang sudah tidak peduli. Aku mencoba melihat betapa konyolnya aku kala itu, terutama jika sedang bersama sahabat satu ekstra ku itu. Setelah lulus SMA cerita ini sudah mulai berbeda, tidak ada lagi teratai yang menyatukan persahabatan kita semua. Dan mungkin hanya beberapa dari kita yang akan selalu mengingat betapa manisnya memanjat dari akar teratai hingga ke bunganya diatas air, aku harap banyak yang melanjutkan jejak kita.


Sekarang, dia terlahir sebagai perempuan yang baru, perempuan sholehah yang menjaga harga dirinya. Aku sudah berjanji akan menjauhkan diriku dari ke egoisan seperti waktu itu. Aku juga ingin bermetamorfosis sepertimu. Doaku sudah terkabul, semoga doaku yang ini juga terkabul ya. Aamiin. #IndonesiaTanpaPacaran

Komentar

  1. Hendry.. Ternyata itu bukan bunga teratai.. Tapi bunga seroja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beneran iya dik? Haha gapapa deh kan dulu gatauu

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The day after I k*lled myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

Walking around aimlessly

There's a distinction between doing something meaningfully and just doing something for the sake of doing it. And right now I think I'm doing the latter. Di antara berbagai keputusan yang berdampak besar bagi hidup saya, menikah dengan istri saya adalah hal yang paling memberikan dampak positif dibanding keputusan apapun. Masih berpisah dengan istri menjelang setahun pernikahan kami merupakan hal yang tidak pernah saya duga. Selain kesulitan yang saya rasakan, saya juga kasihan dengan istri saya dan keluarga di Sumbar yang masih terpisah dengan saya dan belum bisa saya berikan kepastian kapan saya pindah. Sehari-hari rasanya sungguh hambar, seperti yang saya katakan di awal bahwa saya merasa apapun yang saya lakukan menjadi tidak bermakna dan sia-sia. Karena semua hal yang saya kerjakan tidak akan pernah mendekatkan saya pada istri saya, tidak akan mempercepat kepastian kapan saya pindah. Saya mulai menjadi apatis terhadap semua orang disekitar saya dan hal itu cepat mereka tan