Langsung ke konten utama

Percaya Takdir


Saya adalah seorang kakak dari dua orang adik yang tentu sangat penting bagi saya.
Kata orang, dalam lingkup keluarga yang paling sulit adalah menjadi seorang adik, karena pasti selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya dan selalu dituntut untuk mengikuti jejak kakaknya. Sedikit saja tidak se-‘sukses’ kakaknya, pasti seorang adik akan kena diskriminasi berupa sindiran dan hal lainnya. Memang, saya sendiri merasakan bagaimana sulitnya adik saya dalam mengejar mimpinya yang oleh orangtua saya selalu “diarahkan” harus seperti saya. Inilah salah satu kesalahan parenting, seharusnya orangtua sadar bahwa ada bakat dan minat yang berbeda dalam semua orang dan orangtua jangan terlalu memaksakan kehendaknya kepada anak.

Tapi menurut saya yang terberat adalah menjadi anak pertama. Kenapa?
Karena sebagai anak pertama, saya merasa tidak punya role-model. Saya tidak menemukan seseorang untuk dicontoh langkahnya dalam mengejar sukses. Beda dengan adik yang tinggal mencontek langkah si kakak dan menerapkannya sesuai kemampuan. Dan anak pertama juga punya misi yang sangat berat, yaitu sebagai cerminan bagaimana adik-adiknya akan sukses kelak atau menjadi standar sukses bagi adik-adiknya. Jika anak pertama biasa-biasa saja, maka adik akan biasa-biasa saja. Jika anak pertama ‘berhasil’ maka itu yang jadi motivasi bagi adik-adiknya untuk sukses. Tidak jarang juga saat kakaknya biasa-biasa saja maka adik akan punya motivasi yang kuat untuk lebih baik dari kakaknya.

Yang menjadi masalah bagi kebanyakan adik adalah mereka terlalu dipaksa untuk menjadi seperti si kakak. Kalau kamu seorang adik pasti kamu pernah mendengar kalimat “kakakmu aja bisa kayak gitu kok kamu gak sih?” atau kalimat yang setara dengan itu. Seolah-olah definisi sukses adalah harus sepenuhnya seperti sang kakak.

Yang kita keluhkan selalu tentang bagaimana orangtua memaksakan kehendak mereka. Tapi diluar semua itu, mari kita lihat dari sudut pandang orangtua. Orangtua, kepada semua anaknya tanpa terkecuali hanya menginginkan mereka dapat ‘berhasil’ dan menjadi lebih baik dari karir mereka sendiri. Memaksakan untuk sukses adalah sebuah dorongan, saya yakin orangtua selalu mengiringi itu dengan doanya. Semua saran dan semua ‘paksaan’ orangtua itu sangat baik, namun memang kadang mereka terasa meminta yang tidak masuk akal karena mereka tidak tahu potensi sebenarnya yang kamu miliki.

Lalu apa yang harus dilakukan sebagai seorang adik jika orangtua memaksakan yang sebenarnya tidak masuk akal?
Tentu saja kamu harus membuktikan bahwa walaupun jalan yang kamu ambil itu berbeda dengan kakakmu, tapi kamu bisa sukses seperti dia bahkan melebihi itu. Pasti itu akan menjadi keputusan yang sulit karena akan banyak sekali komentar dari mereka, tetapi disitulah tantangannya, mengambil keputusan untuk menjadi beda tapi tidak kalah bersinar dari yang lain.


Kesimpulannya adalah bahwa permasalahan yang dihadapi setiap orang itu berbeda. Baik itu sebagai kakak ataupun sebagai adik. Baik itu sebagai orang yang tak tahu arah sukses, ataupun sebagai orang yang dipaksa mengikuti jalan sukses oranglain. Dan semua masalah itu hanya dapat diatasi jika kita percaya akan jalan yang kita pilih. Jika kita terus berjuang dan membuktikan bahwa kita dapat sukses dengan cara yang kita pilih itu, maka sebenarnya itu adalah bukti bahwa kita percaya pada takdir yang telah menjadi bagian hidup kita. Karena tidak ada yang bisa merubah masa depan kita menjadi sukses selain kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Jika dan Hanya Jika

Aku kira kita sudah menyelesaikan semua urusan kita, Dan sebenarnya memang kita tidak pernah memulai apapun. Aku harap kita bisa bertindak biasa saja Seperti kamu berteman dengan teman laki-laki mu lainnya, Seperti aku berteman dengan teman perempuan yang lainnya, Jika memang memutuskan untuk tidak ada lagi rasa, Bukankah seharusnya memang kita bertindak biasa saja? Hanya dari bahasa tubuhmu pun aku bisa tahu, Kamu mencoba menghindariku. Aku paham tentang jarak wajar laki-laki dan perempuan Tapi kenapa mesti seperti itu? Dan kenapa mesti sejauh itu hanya kepadaku? Aku tahu cerita kita sudah usai sejak lama, Cerita yang usai bahkan sebelum semuanya dimulai. Tentang ku yang selalu mengejar bayanganmu, Bayangan yang secara bersamaan juga selalu menjauh dariku. Aku ingin semuanya kembali saja seperti dulu, ‘Dulu’ saat aku dan kamu hanya jadi teman biasa. ‘Dulu’ saat senyum dan gelak tawa kita tidak bercampur rasa. ‘Dulu’ saat kita beb...

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...