Langsung ke konten utama

Batas Perasaan


Aku tidak mengenal siapa dia sebenarnya,
Aku hanya sekedar tahu alamat blog yang ia miliki dari seorang teman.
Lalu bagaimana bisa awal kisah se sederhana itu
menjadi keadaan yang rumit sekarang?
Ya setidaknya menurutku ini lumayan rumit...

=============================================
Cerita dari Sudut Pandang Lain
=============================================

Sejak SMA aku mulai membangun blog ini,
target pembaca blog inipun itu-itu saja,
pak guru TIK sebagai pemberi tugas sekaligus penilai pengelolaan blog,
teman sebangku sebagai teman curhat yang setia, teman sekelas,
dan beberapa teman geng lan-gamers yang browsernya selalu ku sampahi
dengan banyak membuka situs kataksumur saat mereka lengah.

Mungkin karena menjadi penulis itu ada
dalam 100 target hidup jangka panjang yang ku tulis,
makanya aku jadi berambisi membuat bacaan apapun minimal seminggu sekali.
Berusaha dan berharap suatu saat nanti aku bisa mencoret target itu
karena sudah terpenuhi.

Dan apa yang kurasakan saat bertemu penulis yang sebenarnya?

Tentu saja kagum.
Ingin sekali menjadi teman seorang yang luar biasa seperti itu.

Tapi belakangan ini setelah membaca salah satu cerpen yang ia tulis,
Aku tahu dimana letak kesalahanku...
aku terlalu melewati batas sebagai seorang yang ingin menjadi sebatas teman.

Aku berharap aku bisa menjadi temannya dan belajar banyak hal darinya.
Aku harap aku punya keberanian untuk berbicara
dan menjelaskan semua itu kepadanya.
Tapi aku tidak pernah berani, bahkan hanya untuk sekedar menyapanya
tiap kali ku menyadari keberadaannya.

=============================================
Beberapa Baper Kemudian...
=============================================

Aku mulai merasakan hal itu,
aku khawatir semua ini akan berujung lebih dari sekedar teman
karena aku bertindak tanpa berpikir panjang.

Jadi waktu itu aku memilih menghilang begitu saja dari media sosial,
berharap aku bisa melupakan perasaan itu saat aku menjauh dari dia.

Apakah itu cara terbaik untuk menghilangkan perasaan terhadap seseorang?
Tidak.
Sama.
Sekali.

=============================================
Mengapa Menghindari Pacaran?
=============================================

Salah satu alasan terkuatnya adalah larangan agama.
Alasan lainnya yaitu karena menjalin hubungan pacaran
bukanlah sebuah pilihan yang tepat, setidaknya untuk saat ini.

Aku tidak ingin jatuh terlalu dalam kepadanya.
Sudah banyak teman se-iman yang jatuh hati pada lawan jenis
dan menyerah diri pada ego mereka untuk pacaran.

Pacaran sekalipun mereka tahu itu salah.
Pacaran walaupun sebelumnya berikrar untuk tidak pacaran,
terutama laki-laki, yang bisa mematahkan apapun
prinsip hidup yang mereka punya hanya untuk seorang perempuan.

Kenalkah dengan teman yang dalam ilmu agamanya
tapi seketika pacaran saat mengenal seorang lawan jenis?
Yang agamanya taat saja bisa terjerumus, apalagi orang sepertiku ini.

Tapi kenapa aku memilih untuk tidak melakukannya?
Apa pentingnya buatku?
Padahal banyak sekali yang berpacaran hingga seolah-olah
itu bukan lagi hal yang dilarang oleh agama Islam?
Bahkan tidak sedikit diantara muslim maupun muslimah
yang pacaran berbeda agama, haram kuadrat... nauzubillah...

Singkatnya adalah karena aku tidak mau.
Bukan hanya masalah prinsip hidupku,
tapi tidak pacaran juga adalah salah satu cara untuk menghormati perempuan.
Untuk tidak menyakiti perasaan orang lain,
dan supaya tidak menyita waktu seseorang terlalu banyak dengan ketidakpastian.

Aku bahkan belum tahu batas dari perasaan yang dibolehkan agama...
- Bolehkah suka sama suka dan keduanya saling tahu
sehingga mereka saling menunggu dalam diam?
- Bolehkah memiliki perasaan suka kepada lawan jenis
meskipun tidak pernah diungkapkan kepada orangnya?
- Apakah tidak dibolehkan sama sekali memiliki rasa
kepada lawan jenis sebelum adanya pernikahan?

Aku benar-benar tidak tahu.
Masih banyak yang ku harus pelajari.

Dan kenapa aku memilih untuk tidak pacaran?
Padahal aku bukan termasuk orang yang sangat taat dalam agama,
yang wajib saja masih berantakan, apalagi yang sunnah,
lalu kenapa yang ini dipertahankan?

Jelas karena aku tahu ini akan berefek dalam jangka panjang.
Aku masih belajar untuk taat, dan menurutku menghindari pacaran
dan memahami batas perasaan sekarang ini
adalah satu langkah dini yang tepat untuk membangun masa depan.

=============================================
Atas Nama Sirius...
=============================================

Aku tidak tahu bagaimana cara memendam rasa,
setahuku perempuanlah yang paling pandai menyembunyikannya.

Bagaimana cara agar aku tahu dia masih menyimpan rasa itu?
Apakah aku harus bertahan untuknya hingga aku tahu kebenarannya?
Tetapi, bagaimana jika ternyata kini dia sudah membuang perasaan itu?

Apa yang harus aku perbuat dengan rasa ini jika dia tidak lagi peduli?
Membuangnya juga kah?
Tapi bagaimana jika memang dia orangnya?
Orang yang tepat, namun muncul di waktu yang tidak tepat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

Sejuta Harapan, Sejuta Masalah

Ditengah sibuknya kuliah, tentu pernah terpikir ingin jadi seperti apa nantinya kita saat dewasa, dan semua karakter di saat dewasa itu berakar dari kebiasaan yang kita lakukan sekarang. Pengalaman saya, banyak karakter yang gagal saya tanamkan ke diri saya. Beberapa karakter yang butuh kesabaran, dan beberapa karakter yang memang butuh bakat murni. Mulai dari karakter ideal pemuda kantoran jaman sekarang, hingga karakter pemuda religius... Dan pada akhirnya saya tidak bisa memaksakan diri untuk jadi seperti orang lain. Apa yang biasa saya lakukan ya itulah saya. Sebagai seorang yang tidak jelas apa tujuan dan keinginannya di masa depan, saya bisa bicara bahwa menjadi diri sendiri saja itu sudah cukup untuk menghadapi dunia, hanya butuh skill adaptasi kelas tinggi saja. Seperti mensyukuri sesuatu yang didapatkan, Tidak mengeluh ketika diamanahi sesuatu, Bahkan sesederhana bersabar.... Itulah yang terpenting menurut saya... Karena sudah terlambat bagi saya untuk ...