Langsung ke konten utama

Yang Masih Berarti




Sore itu kita kembali bertemu, setelah beberapa waktu ini
Di sebuah pinggiran danau yang memantulkan cahaya jingga
Tidak ada orang lain disana, hanya kita
Aku, seseorang yang selalu berusaha untuk menjadi bagian dari hidupmu
Dan kamu, seseorang yang tidak pernah membalas perasaanku.

Aku tidak yakin ini hanya mimpi atau kenyataan,
Yang pasti, senyum yang kau sematkan itu terasa sangat nyata,
Masih membuat dadaku sesak dengan kilas balik masa lalu.
Senyum yang menurutku masih jadi yang paling indah,
Senyuman yang jadi alasan mengapa aku selalu jatuh hati padamu.

Aku merasakan tanganmu meraih tanganku,
Setengah sadar, aku hanya mengangguk mengiyakan kata-kata yang kamu katakan padaku.
Terdengar samar, telingaku hanya mendengar dengungan bernada kencang sedari kita berjumpa.
Aku yakin barusan itu kamu minta maaf, dan memang sudah sejak dulu aku sepenuhnya memaafkanmu.

Kemudian tanganmu mulai bercahaya,
Merambat ke badan hingga cahaya itu menutupi seluruh tubuhmu.
Cahaya itu pun menghilang, lenyap seperti dandelion yang tertiup angin,
Kamu hilang bersama cahaya itu.

Aku terperanjat dari tidurku,
Hanya duduk terdiam mencoba mencerna apa yang barusan terjadi.
Itu mimpi. Aku harap itu hanya mimpi biasa.
Semoga hanya mimpi tanpa arti lainnya yang biasanya memang muncul begitu saja.
Aku harap itu hanya mimpi. aku harap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The day after I k*lled myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

Walking around aimlessly

There's a distinction between doing something meaningfully and just doing something for the sake of doing it. And right now I think I'm doing the latter. Di antara berbagai keputusan yang berdampak besar bagi hidup saya, menikah dengan istri saya adalah hal yang paling memberikan dampak positif dibanding keputusan apapun. Masih berpisah dengan istri menjelang setahun pernikahan kami merupakan hal yang tidak pernah saya duga. Selain kesulitan yang saya rasakan, saya juga kasihan dengan istri saya dan keluarga di Sumbar yang masih terpisah dengan saya dan belum bisa saya berikan kepastian kapan saya pindah. Sehari-hari rasanya sungguh hambar, seperti yang saya katakan di awal bahwa saya merasa apapun yang saya lakukan menjadi tidak bermakna dan sia-sia. Karena semua hal yang saya kerjakan tidak akan pernah mendekatkan saya pada istri saya, tidak akan mempercepat kepastian kapan saya pindah. Saya mulai menjadi apatis terhadap semua orang disekitar saya dan hal itu cepat mereka tan