Langsung ke konten utama

Mencintai Diri Sendiri




Alhamdulillah saya telah diwisuda 24 agustus lalu,
banyak rekan saya yang telah terdengar kabar rencana pernikahannya,
Alhamdulillah, saya jadi ikut senang mendengarnya.

Banyak yang bertanya kepada saya kenapa saya masih sendirian
Di saat teman-teman saya itu banyak yang sudah berencana menikah
Dan mungkin ada juga yang menganggap saya kelainan preferensi ._.

Akan saya jawab sebagaimana jawaban saya sebelumnya
setiap kali ditanya masalah yang sama:

Saya belum siap, dan saya ingin berbakti kepada orangtua dulu.

Sebagai anak pertama di keluarga, saya ingin membantu bapak ibu
apalagi karena saya punya adik kecil yang baru masuk sekolah dasar
yang menurut saya perlu saya bantu baik secara moril maupun materil.

Saya melihat pernikahan sebagai perkara yang tidak mudah,
Menikah perlu banyak persiapan lho, bukan cuma perlu calon.
Tapi ilmu agama, ilmu dunia, harta, mental, dan banyak lagi.

1. Ilmu Agama
Bagi saya yang masih bolong-bolong ibadahnya,
saya tentu harus banyak belajar lagi,
mengembangkan diri agar lebih taat dan bertaqwa.
membiasakan solat berjamaah di mesjid,
membiasakan rajin mengaji dan lain-lain.

2. Ilmu Dunia
Banyak tujuan pribadi yang saya ingin raih sebelum
mengejar visi misi bersama istri saya kelak,
Kuliah S2, berkunjung ke tempat sana sini untuk melihat luasnya dunia

3. Harta
Banyak yang bakal bilang harta itu bukan masalah,
lho, terus saya beli mas kawin pake apa dong?
yakali bikin cincin dari kertas pak.
Saya perlu menabung dulu.

4. Mental
Mungkin saya masih ada di tahap awal dewasa,
Saya masih kekanak-kanakan, masih banyak bercanda,
masih banyak malas, masih banyak main,
masih suka Anime, suka main Game dan Kamen Rider.
Saya merasa belum siap meninggalkan hobi-hobi saya
yang seperti anak kecil itu.

Nah, saya juga sudah berkomitmen kepada diri sendiri
untuk tidak menjalin hubungan seperti pacaran, pdkt, apalah itu.
Memang sih ada orang yang saya harapkan untuk menjadi
pendamping di kehidupan saya kelak, tapi sejauh ini
saya hanya menganggap semua orang sebagai teman,
tidak ada yang 'spesial' selama saya belum memutuskan menikahinya.

Maka dari itu sejujurnya saya tidak ingin ditunggu oleh siapapun,
(ya mungkin memang tidak ada yang menunggu saya, sih) tapi...
biar saya menyelesaikan urusan saya dulu,
mengejar apa yang ingin saya raih,
biarkan saya mencintai diri saya dulu,
baru nanti saya belajar mencintai orang lain, pasangan hidup saya kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

Sejuta Harapan, Sejuta Masalah

Ditengah sibuknya kuliah, tentu pernah terpikir ingin jadi seperti apa nantinya kita saat dewasa, dan semua karakter di saat dewasa itu berakar dari kebiasaan yang kita lakukan sekarang. Pengalaman saya, banyak karakter yang gagal saya tanamkan ke diri saya. Beberapa karakter yang butuh kesabaran, dan beberapa karakter yang memang butuh bakat murni. Mulai dari karakter ideal pemuda kantoran jaman sekarang, hingga karakter pemuda religius... Dan pada akhirnya saya tidak bisa memaksakan diri untuk jadi seperti orang lain. Apa yang biasa saya lakukan ya itulah saya. Sebagai seorang yang tidak jelas apa tujuan dan keinginannya di masa depan, saya bisa bicara bahwa menjadi diri sendiri saja itu sudah cukup untuk menghadapi dunia, hanya butuh skill adaptasi kelas tinggi saja. Seperti mensyukuri sesuatu yang didapatkan, Tidak mengeluh ketika diamanahi sesuatu, Bahkan sesederhana bersabar.... Itulah yang terpenting menurut saya... Karena sudah terlambat bagi saya untuk ...