Langsung ke konten utama

Walking around aimlessly



There's a distinction between doing something meaningfully and just doing something for the sake of doing it. And right now I think I'm doing the latter.

Di antara berbagai keputusan yang berdampak besar bagi hidup saya, menikah dengan istri saya adalah hal yang paling memberikan dampak positif dibanding keputusan apapun.

Masih berpisah dengan istri menjelang setahun pernikahan kami merupakan hal yang tidak pernah saya duga. Selain kesulitan yang saya rasakan, saya juga kasihan dengan istri saya dan keluarga di Sumbar yang masih terpisah dengan saya dan belum bisa saya berikan kepastian kapan saya pindah.

Sehari-hari rasanya sungguh hambar, seperti yang saya katakan di awal bahwa saya merasa apapun yang saya lakukan menjadi tidak bermakna dan sia-sia. Karena semua hal yang saya kerjakan tidak akan pernah mendekatkan saya pada istri saya, tidak akan mempercepat kepastian kapan saya pindah.

Saya mulai menjadi apatis terhadap semua orang disekitar saya dan hal itu cepat mereka tangkap. Mungkin semua orang menyadari perubahan sikap saya tetapi saya tidak yakin ada yang betul-betul paham apa yang saya rasakan.

Memang seperti ini keadaannya, aturan serta kebijakan tidak bisa mengakomodir semua keadaan.

"Istrinya aja yang pindah sini" ---Jika kantor sanggup memberi biaya 20 juta tiap kali saya dan istri mudik ke padang ya tidak masalah, terus bagaimana kalau kami sudah punya anak banyak dan sebagainya? Saya melihat semuanya dengan pertimbangan jangka panjang juga, bukan hanya solusi instan tetapi akan menyulitkan di kemudian hari.

Yaaa ya ya, kalau ditanya semua orang pasti punya tempat pindah idaman. Tentu yang di kampung halaman, dekat dengan rumah orangtua, dan lain sebagainya. Iya saya tahu bahwa keinginan saya tidak ada bedanya dengan semua orang, tapi kan saya masih terpisah dengan istri? Apa bedanya dengan istri yang terpisah dengan saya?

Jika ada opsi yang lebih baik untuk saya dan istri, kenapa harus pilih opsi yang menyusahkan? Seolah-olah instansi rugi sekali ketika memberikan 'kemudahan' untuk seseorang.

-----

Saya dan istri hanya bisa bersabar, dan selama belum saya belum melihat cahaya di ujung terowongan gelap ini, saya tidak bisa janji bahwa saya bisa maksimal dalam berkinerja.

Semoga kami segera dipersatukan. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

Sejuta Harapan, Sejuta Masalah

Ditengah sibuknya kuliah, tentu pernah terpikir ingin jadi seperti apa nantinya kita saat dewasa, dan semua karakter di saat dewasa itu berakar dari kebiasaan yang kita lakukan sekarang. Pengalaman saya, banyak karakter yang gagal saya tanamkan ke diri saya. Beberapa karakter yang butuh kesabaran, dan beberapa karakter yang memang butuh bakat murni. Mulai dari karakter ideal pemuda kantoran jaman sekarang, hingga karakter pemuda religius... Dan pada akhirnya saya tidak bisa memaksakan diri untuk jadi seperti orang lain. Apa yang biasa saya lakukan ya itulah saya. Sebagai seorang yang tidak jelas apa tujuan dan keinginannya di masa depan, saya bisa bicara bahwa menjadi diri sendiri saja itu sudah cukup untuk menghadapi dunia, hanya butuh skill adaptasi kelas tinggi saja. Seperti mensyukuri sesuatu yang didapatkan, Tidak mengeluh ketika diamanahi sesuatu, Bahkan sesederhana bersabar.... Itulah yang terpenting menurut saya... Karena sudah terlambat bagi saya untuk ...