Langsung ke konten utama

Dia yang Bukan Dirinya yang Dulu



Aku rasa aku salah, sangat sangat salah dalam hal perasaan. 
Aku selalu membiarkan fikiran buruk menghantuiku 
dan membiarkannya membunuhku perlahan dari dalam.
 Rasanya walaupun disana tidak ada masalah apapun 
tetapi perasaan itu membuatku selalu ingin mencurahkan hati 
kepada sang pencipta dan bertanya kepada-Nya apa yang salah dengan hatiku ini.

Beberapa bulan kebelakang adalah saat saat paling indah yang pernah aku rasakan
 sebagai siswa SMA tingkat akhir di Rangkasbitung. 
Namun belakangan ini tak henti hentinya rasa khawatir menghantuiku 
setiap aku hendak tidur. 
Aku bahkan sering mimpi buruk karena aku memikirkan masa depanku,
 memikirkan nasibku nanti dan dengan perasaan takut kehilangan seseorang
 yang hadir kembali kini membuat hari-hariku terasa berat.

Disaat kalian mencintai seseorang dengan sepenuh hati
 tanpa orang itu tahu apa yang sebenarnya kalian rasakan 
dan kalian sebentar lagi berpisah dengan dia, apa yang akan kalian semua lakukan? 
Memberitahukan orang itu bahwa kalian sebenarnya sangat peduli dengan dia? 
(Masih) menunggu waktu yang tepat?
 Atau mengikhlaskan kepergian dia dengan alasan agama? 
Sedangkan kalian tahu tidak akan mungkin ada orang lain 
yang bisa seperti dia dan hanya dia yang sekarang kamu pedulikan.

Astagfirullah. . .

Mungkin dalam masalah ini aku hanya terlalu berlebihan,
 membesarkan masalah yang sebenarnya tidak ada 
dan memusingkan diriku sendiri dengan urusan perasaan 
yang bahkan dilarang dalam agama.
 Aku mungkin terlalu mengharapkan dia akan selamanya menjadi sepeti saat ini.
 Karena hati kecilku ini menolak percaya bahwa kini dia sudah berubah 
dan tak membutuhkanku lagi sebagai temannya.

Aku tetap tidak percaya.

Hari saat dia akrab denganku sangat berbeda dengan sekarang 
saat dia bahkan tidak ingin melihat wajahku.
 Tapi mengapa bisa secepat itu dia berubah?
. . . Aku kembali tertegun dengan pertanyaan 
dari bayangan diriku sendiri dari cermin. 
Aku langsung memalingkan pandanganku kearah jendela disampingku,
 ya, benar sekali, hanya hujan deras dan sedikit cahaya bulan 
yang kulihat dari sini. Lengkap sekali.

Saat aku mencoba memikirkan dia malam itu, 
aku menjadi teringat dengan perkataan teman temanku 
tentang dia dan apa yang dia lakukan dulu.
 Aku tidak terkejut, tidak salah lagi itulah yang membuat dia 
bisa berganti kepribadian sekali kedipan mata. 

Aku sangat kecewa.


Aku tahu tak seharusnya aku terlalu berharap,
 tapi semuanya sudah terlambat. 
Satu satunya hal yang bisa kulakukan hanyalah meratapi 
dan berharap semoga aku tak melakukan kesalahan yang sama di lain waktu.
Astagfirullahaladzim. . .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

Sejuta Harapan, Sejuta Masalah

Ditengah sibuknya kuliah, tentu pernah terpikir ingin jadi seperti apa nantinya kita saat dewasa, dan semua karakter di saat dewasa itu berakar dari kebiasaan yang kita lakukan sekarang. Pengalaman saya, banyak karakter yang gagal saya tanamkan ke diri saya. Beberapa karakter yang butuh kesabaran, dan beberapa karakter yang memang butuh bakat murni. Mulai dari karakter ideal pemuda kantoran jaman sekarang, hingga karakter pemuda religius... Dan pada akhirnya saya tidak bisa memaksakan diri untuk jadi seperti orang lain. Apa yang biasa saya lakukan ya itulah saya. Sebagai seorang yang tidak jelas apa tujuan dan keinginannya di masa depan, saya bisa bicara bahwa menjadi diri sendiri saja itu sudah cukup untuk menghadapi dunia, hanya butuh skill adaptasi kelas tinggi saja. Seperti mensyukuri sesuatu yang didapatkan, Tidak mengeluh ketika diamanahi sesuatu, Bahkan sesederhana bersabar.... Itulah yang terpenting menurut saya... Karena sudah terlambat bagi saya untuk ...