Langsung ke konten utama

Makna Kecerdasan


Lebih dari 14 abad yang lalu, para sahabat telah mengetahui mukmin mana yang paling cerdas. Hal itu bermula dari pertanyaan sebagian sahabat kepada Rasulullah.
Ibnu Majah meriwayatkan dalam hadits berderajat hasan. Hadits ini dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang Anshar yang menghadap Rasulullah saat Ibnu Umar duduk bersama beliau.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ

“Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah)
Orang yang paling cerdas bukanlah orang yang paling tinggi pendidikan formalnya. Apalagi jika tingginya pendidikan formal tidak membuatnya terdidik untuk dekat kepada Allah. Kognitifnya bagus, tetapi karakternya tidak terbentuk. Alih-alih tawadhu’, ia justru merasa paling pintar dan tak mau menerima kebenaran dari orang yang ia anggap tidak lebih terdidik dibandingkan dirinya.
Orang yang paling cerdas juga bukan orang yang wawasannya paling luas. Apalagi jika wawasannya luas namun hatinya sempit. Tak mau menerima nasehat dan tak sudi dinasehati. Ketika salah tak mau diingatkan dan ketika keliru tak mau diluruskan.
Orang yang paling cerdas juga bukan orang yang paling pintar secara akademis. Lalu ia menuhankan akal dan menjadikannya hakim atas ayat dan hadits Nabi. Ia merasa akalnya lebih pintar dari Dzat yang memberinya akal.
Orang yang paling cerdas juga bukan orang yang mampu melihat segala peluang bisnis lalu memenangkannya. Mendapatkan keuntungan dunia sebanyak-banyaknya.
Karena…
Sebanyak-banyak harta terkumpul, setinggi-tinggi pendidikan formal, seluas-luas wawasan, sepintar-pintar akal, jika ia hanya untuk dunia, maka sanggup bertahan berapa lama? 70 tahun? 80 tahun? 100 tahun?
Padahal kematian senantiasa mengintai. Dan kehidupan setelah mati adalah kehidupan abadi. Bukan hitungan tahun dan abad. Apalah artinya kejayaan 70 tahun dibandingkan akhirat yang abadi? Maka orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan menyiapkan sebaik-baik bekal untuk menghadapi kehidupan abadi. [Muchlisin BK/Kisahikmah.com]
Artikel dicopy dari: 
http://kisahikmah.com/mukmin-mana-yang-paling-cerdas-ini-jawaban-rasulullah/

=============================================

Dari artikel di atas,
bisa saya tarik pernyataan bahwa 
ukuran intelijensi yang sebenarnya
bukanlah nilai kredit mata kuliah,
bukan Indeks Prestasi per semester,
apalagi nilai kalkulus, statmat dll,

Bukan,

tetapi bagaimana kita menghargai waktu,
dan selalu sadar bahwa dunia ini hanya sementara,
bahwa kita hanya menumpang sebentar disini,
dan semua yang kita miliki disini pasti akan kita tinggalkan,
terputus dari kita kecuali tiga perkara.

Semoga bermanfaat.
Hamasah Lillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

Sejuta Harapan, Sejuta Masalah

Ditengah sibuknya kuliah, tentu pernah terpikir ingin jadi seperti apa nantinya kita saat dewasa, dan semua karakter di saat dewasa itu berakar dari kebiasaan yang kita lakukan sekarang. Pengalaman saya, banyak karakter yang gagal saya tanamkan ke diri saya. Beberapa karakter yang butuh kesabaran, dan beberapa karakter yang memang butuh bakat murni. Mulai dari karakter ideal pemuda kantoran jaman sekarang, hingga karakter pemuda religius... Dan pada akhirnya saya tidak bisa memaksakan diri untuk jadi seperti orang lain. Apa yang biasa saya lakukan ya itulah saya. Sebagai seorang yang tidak jelas apa tujuan dan keinginannya di masa depan, saya bisa bicara bahwa menjadi diri sendiri saja itu sudah cukup untuk menghadapi dunia, hanya butuh skill adaptasi kelas tinggi saja. Seperti mensyukuri sesuatu yang didapatkan, Tidak mengeluh ketika diamanahi sesuatu, Bahkan sesederhana bersabar.... Itulah yang terpenting menurut saya... Karena sudah terlambat bagi saya untuk ...