Langsung ke konten utama

I'm More Than Ready


Apakah mimpi benar dapat menggambarkan masa depan?

Entah...
Mungkin hanya pikiran buruk, atau mungkin sebuah firasat??

Suatu saat akan pergi jauh dalam waktu yang lama
atau mungkin selamanya...
Waktu yang terus berkurang dan juga ketidaksiapan karena keadaan...

Semuanya masih abu-abu, violet, atau mungkin jingga?
Campur aduk dalam mimpi itu.

Orang itu akhirnya memutuskan untuk menerima orang lain.
Sama seperti dugaan saya di mimpi yang sebelumnya.
Dan kenapa pula mimpi muncul dalam bentuk sequel sekarang?

Seolah mimpi itu akan menjadi nyata
sakitnya pun perlahan muncul nyata...

Melepaskan seseorang yang memang tidak kita miliki
ya kita bisa apa...
Mengutamakan karir dan mengesampingkan itu semua,
saya rasa salah satu cara yang indah menjalani hidup sebagai laki-laki.
Karena laki-laki punya umur yang panjang, sedangkan wanita tidak...

Tidak hanya itu,
kabut yang semakin menjelma itu sebenarnya
sudah mulai menampakkan tanda-tandanya di dunia nyata.
Saya lihat jelas itu semua.

Semakin saya pikirkan,
semakin saya diam.
mau cerita pada siapa dan mau berkonsultasi pada siapa...
masalah yang sebenarnya tidak ada ya tidak ada pula solusinya.

Setelah semua keputusan saya yang mulai saya kukuhkan dari sekarang,
saya mulai belajar ikhlas.
pasrah ataupun ikhlas yang pasti saya akan tetap berpegang pada prinsip.

Mungkin kita tidak akan menjadi sebuah cerita,
kita belum pernah dan mungkin saja tidak akan pernah menjadi sebuah cerita...
tapi tetap saja rasanya sesak...







dan kenapa pula saya terlalu khawatir?
tidak.
saya sudah lebih dari siap untuk kemungkinan itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The day after I k*lled myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

Walking around aimlessly

There's a distinction between doing something meaningfully and just doing something for the sake of doing it. And right now I think I'm doing the latter. Di antara berbagai keputusan yang berdampak besar bagi hidup saya, menikah dengan istri saya adalah hal yang paling memberikan dampak positif dibanding keputusan apapun. Masih berpisah dengan istri menjelang setahun pernikahan kami merupakan hal yang tidak pernah saya duga. Selain kesulitan yang saya rasakan, saya juga kasihan dengan istri saya dan keluarga di Sumbar yang masih terpisah dengan saya dan belum bisa saya berikan kepastian kapan saya pindah. Sehari-hari rasanya sungguh hambar, seperti yang saya katakan di awal bahwa saya merasa apapun yang saya lakukan menjadi tidak bermakna dan sia-sia. Karena semua hal yang saya kerjakan tidak akan pernah mendekatkan saya pada istri saya, tidak akan mempercepat kepastian kapan saya pindah. Saya mulai menjadi apatis terhadap semua orang disekitar saya dan hal itu cepat mereka tan