Langsung ke konten utama

Teratai dan Bunga Mawar


Dibawah langit hitam ini,
 ingatanku kembali lagi.


 Kini aku benar-benar ingat 
tentang semua hal yang terjadi padaku dulu. 
Seketika aku pun menangis.
 Hatiku lirih berkata rasanya tidak akan mudah melepaskan sesuatu
 yang seharusnya sudah aku buang sejak lama.
 Aku berani bersumpah pada hatiku bahwa aku sudah melupakan semua itu,
 tapi hal-hal yang selama ini aku lalui selalu memaksaku 
untuk kembali teringat kepadanya.

Bulan purnama di langit itu sungguh menggores luka lama 
yang sebenarnya sudah tidak ada dalam hatiku sekarang.
 Angin malam ini, serta kunang-kunang di langit malam, 
semuanya disana seakan-akan menyudutkanku untuk terdiam 
dan memaksaku untuk teringat kejadian itu.

 Cahaya dari matanya yang berbinar sekarang membayangiku,
 canda dan tawa yang dulu kami pernah lewati,
 kini semakin jelas di telingaku,
 membuatku semakin hayut dalam tangisan.

Sebenarnya apa maksud semua ini? 
Mengapa Tuhan membuatku untuk teringat kembali 
kepada orang yang bahkan tidak pernah peduli denganku sama sekali?
 Apa Tuhan menghukumku karena semua dosa 
yang telah aku perbuat kepadanya? 
Ini terasa tidak adil Tuhan!

Seharusnya dia lah yang Kau hukum karena telah menyakiti cinta tulus dari hatiku ini! Geramku dalam hati.

. . . . . .Hening. . . . . .

Kunang-kunang yang tadi terbang menghasi langit di atas kepalaku,
 mereka akhirnya pergi. 
Hanya ada seekor katak di atas batu sebelahku 
dan seekor Kupu-kupu putih 
yang menemaniku dibawah bulan purnama ini. 
Aku mengahapuskan air mata yang tersisa di wajahku 
seraya menarik nafas agar hatiku tenang. 
Bayangan dirinya kembali muncul dalam fikiranku.

Oh Tuhan,
Jika saja aku bisa mengulang kembali waktuku yang terbuang,
 maka aku akan berjanji padamu 
untuk tidak menyakiti hatinya sedikitpun. 
Aku akan memastikan aku tidak akan melakukan kesalahan bodoh itu 
dan selalu menjaga perasaan hatinya.

Mungkin sekarang dia tidak mengingatku lagi,
 dari situ aku bisa berfikir untuk melupakannya.
 Tetapi setiap kali aku mendengar namanya, goresan itu muncul kembali 
dan merubah fikiranku untuk berbalik berjuang mendapatkan hatinya kembali.

Malam ini, sungguh membuatku rindu akan bunga Mawar itu.
 Mawar yang tinggal di lembah gunung sebelah utara rawa ini.
 Aku bertanya didalam hatiku, 

Apakah dia akan memaafkanku jika aku kembali kepadanya?

. . . . . .Hening. . . . . .

Hatiku mengharapkan dia bisa.

Aku kembali larut dalam tangisanku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka. Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu. Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya. Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu. Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya...