Langsung ke konten utama

Jauhkan dia, jauhkan!



Entah kenapa, hari hari belakangan ini terasa semakin cepat dari biasanya. Kita bisa terkejut saat merasakan kehadiran sesuatu yang bahkan kita tidak harapkan, karena kita tidak benar-benar memahami waktu dan apa tujuan tersembunyi miliknya. Sama seperti beberapa perasaan yang sulit dijelaskan oleh kata-kata yang tiba-tiba ada disini, di nalarku yang hanya tahu bagaimana untuk bertahan hidup di sebuah indekos Jakarta.

Apa aku jatuh cinta lagi? Oh Tuhan tolong jangan lagi. Cukup aku berurusan dengan memori masa laluku tentang jatuh cinta di masa lampau, aku tidak ingin lagi merasakan bagaimana terombang-ambing kegelisahan, yang akhirnya hanya membawaku pada depresi karena mengharap yang terlalu jauh. Kuatkanlah aku, hatiku.

Tuhan, jika Engkau memberiku pilihan, aku sebenarnya tidak ingin lagi. Perempuan itu memang benar hanya racun dunia, mereka bahkan merasuki pikiran laki-laki tanpa harus berbicara, tanpa harus berkata dan melakukan sesuatu yang menarik perhatian. mereka mungkin bisa jadi motivasi, tapi jika mereka terlalu jauh? terlalu tinggi untuk dicapai dengan nalar?

Kembali aku tersadarkan oleh-Mu. Saat aku berharap untuk memberikan segalanya untuk pengabdianku, Engkau mengujiku dengan banyak cobaan. Hampir aku terjerumus ke dasar lubang yang sama ketika di bangku sekolah menengah. Sungguh sangat sulit, di satu sisi aku ingin, dan di sisi lain itu memang bukan sesuatu yang boleh aku dapatkan, tapi aku menginginkannya.

Apa yang paling membuat laki-laki dilemma dan gelisah? Bagi sebagian orang yang benar-benar menunggu, hal yang paling ia takutkan dan sering sekali ia alami adalah pertanyaan
“Aku ingin jadi sukses dulu, baru nanti beranikan diri bertemu, tapi apa dia juga menugguku? Bagaimana jika dia dengan yang lain saat kupikir aku sudah siap?”

Di satu sisi, ada harapan untuk memiliki seseorang yang diinginkan, ada kesadaran bahwa itu memang bukan sesuatu yang dilakukan setiap kali punya perasaan itu, tapi pasti ada saja syaitan yang berbisik

“Haaa? Kalau nanti, yakin dia belum diambil orang?? Gimana kalo penantian lu sia sia aja bro?”
Selalu itu-itu saja yang ia bisikan ke telingaku. Aku harus semangat membangun diriku disaat aku terhasut oleh syaitan bahwa perjuanganku membentuk keteguhan diri itu pasti sia-sia. Aku melakukan apa yang aku bisa disaat aku juga berfikir yang aku lakukan hanya sia-sia.


Jadi apa yang harus aku lakukan? 
Tuhan, tolonglah aku untuk hapuskan rasa bimbang seperti ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka. Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu. Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya. Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu. Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya...