Langsung ke konten utama

My Deepest Gratitude


Mungkin terlalu terlambat untuk mengatakan ini,
tapi aku ingin sekali tetap mengutarakannya
iya, rasa terimakasihku kepadamu
kamu si pencuri perasaan

Aku yakini betapa baiknya kamu saat itu,
aku yang salah, aku yang bodoh dan memang selalu begitu
terlalu berharap adalah kesalahan paling bodoh
dan aku menyesal.

Aku ingin masa-masa itu kembali
Masa saat aku dan kamu biasa saja
Tanpa masalah
Tanpa perasaan,
Hanya persahabatan yang entah kenapa kental tanpa campuran zat cinta

Aku tahu itu tidak akan mungkin lagi hadir
Kehadirannya membuat kita terpisah,
Lagi-lagi aku harus akui kalau aku masih menyimpan benci
Bukan karena dia, tapi karena kamu "memilih" seseorang.

Aku benci persaingan, itu bisa menghancurkan persahabatan
Dan aku tahu lah diriku sendiri, selalu menjaga teman dan tidak enak tentang apapun
apalagi masalah perempuan

Namun cukup terlambat untuk disesali
Semua itu sudah jadi cerita yang usang.
Aku juga bosan mengingatnya,
Aku yakin kamu juga jijik untuk menyimpan memori itu

Tapi ayolah, bisakh kita mengibarkan bendera putih sekali lagi?
Masih ada rasa tidak enak disini dan disana.
Aku inginkan perdamaian, bukan redaman konflik yang tidak jelas sudah berakhir atau belumnya.

Jika kamu baca ini tolong maafkan aku.
Dulu aku memang masih seperti itu,
mudah kecewa
tempramental
dan labil emosi

Maafkan aku...

Waktu yang kini bergulir adalah waktu kamu dan dia
Tidak ada lagi aku disana.
Meskipun bukan waktu kalian berdua, tapi sama saja tidak ada aku disana.

Semua ini cukup untuk membuatku merasa bersalah jika aku ingat.
My deepest gratitude, terimakasih sudah menghiasi perjalananku di sekolah menengah
And my deepest apologize, maafkan aku atas semua ini...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka. Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu. Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya. Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu. Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya...