Langsung ke konten utama

Jujur tentang perasaan


Kalau boleh saya jujur tentang perasaan saya, sekarang saya merasa tidak begitu dibebani apapun, rasanya bebas... Melegakan dan menyenangkan.

Karena banyak hal yang berbeda, mungkin cuacanya disini, makanannya atau langit malam yang bintangnya bisa kelihatan, entah.

Sebelumnya tidak pernah begini, ada saja hal yang membebani pikiran dan juga perasaan. Tekanan dari keluarga, teman-teman dan orang sekitar. Apalagi tekanan dari diri sendiri untuk jadi orang yang sempurna.

Sekarang saya lebih ikhlas tentang itu semua. Seberapa keras pun saya kejar kesempurnaan saya tidak akan pernah sempurna, makanya saya menyerah untuk jadi orang perfeksionis.

Menjalani hidup seperti ini mungkin sekali-kali mesti dilakukan, tanpa tuntutan diri, tanpa tekanan orang-orang dan tanpa target ambisius lainnya. Hanya saya menikmati hidup dari hari ke hari. Mensyukuri apa yang ada sambil bersiap untuk jadi orang ambisius lagi sambil berlari.

Terimakasih telah mengerti saya, banyak hal tentang saya yang saya harap orang bisa mengerti, tapi saya tidak paksa mereka untuk itu. Biar saya yang mengerti mereka, menjadi sisi yang responsif kapanpun dibutuhkan, tanpa meminta perhatian balik.

Terimakasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka. Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu. Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya. Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu. Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya...