Langsung ke konten utama

TERATAI YANG NYARIS MATI (Part 2)


Sepertinya aku salah menentukan apa yang baik untuk diriku sebelumnya.
 Apa aku salah memilih? Atau hanya perasaanku saja itu aku tak tahu. 
Sungguh hanya Tuhan yang maha mengetahui segalanya tentang urusan yang aku rasakan.
 Tentang Aulia, kurasa kami benar benar cocok. 
Tapi untuk waktu yang salah.

Aku merasakan sesuatu yang berbeda tetang dia sekarang,
 mungkin karena dia memang perlahan menjauhiku 
atau mungkin karena belakangan ini dia sangat sibuk
 menyelesaikan urusan lomba yang sedang ia kerjakan, itupun juga aku tak tahu.
 Yang pasti aku melihat cahaya yang ia berikan padaku tak lagi terang seperti dulu.

Ini adalah hari ketiga ku mengikuti UTS di sekolah,
 terimakasih pada-Nya aku masih diberi kelancaran dalam mengerjakan soal-soal itu. 
Belakangan ini aku mendapati banyak sekali hal aneh yang datang padaku,
 mulai dari julukan “Playboy” yang seorang teman kelasku berikan padaku
 sampai kembalinya beberapa orang dari masa laluku yang membingungkanku.

Playboy? Bagaimana bisa aku dijuluki seperti itu
 disaat aku bahkan tidak memiliki pacar.
 Dan mengenai beberapa orang yang seperti hidup kembali dalam perjalanan hidupku
 aku hanya bisa berkata “Kamu darimana selama ini?” 
dan mendengarkan jawabannya, 
jika ia menjawab ‘Aku kembali ingin menguatkanmu’ mungkin 
aku bisa memberi sedikit kesempatan sebagai TEMAN.

Kembali ke Aulia. Setelah beberapa minggu yang aku lalui bersama dia,
 banyak sekali kesan yang aku dapatkan.
 Bukan seperti orang lain yang mengajak janjian di bioskop,
 dia mengajak janjian denganku untuk puasa bersama.
 Bukan seperti orang lain yang meminta pergi berdua untuk sekedar bersenang-senang,
 dia mengajakku kerumahnya dan memintaku mengajarinya beberapa pelajaran di sekolah.
 Bukan seperti perempuan lain yang tertawa dengan mulut terbuka dan suara nyaring,
 dia lebih sering tersenyum dan menahan suaranya yang merupakan aurat bagi perempuan itu.
 Dia pendiam, dan tentu saja aku yakin ia bisa menjaga perasaannya.
 Lalu mengapa aku bisa ragu padanya?

Tidak, itu bukan ragu. Aku hanya cemburu dengan dia, 
fikiranku memaksa untuk negative thinking bahwa 
saat dia pergi jauh dia akan melupakanku dan semua yang pernah kami lakukan bersama.
 Aku khawatir dia akan pergi bersama orang lain pada akhir cerita ini.
 Kenapa aku begitu egois? Begitulah seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta. 
Tetapi jika pada akhirnya dia menemukan yang lebih baik dari aku ini,
 bukankah aku harus senang? 
Karena itu berarti dia akan lebih bahagia daripada saat ia bersamaku ‘kan?


Selalu saja begini kisah cintaku yang akhirnya derita.
 Mungkin sudah takdirku selalu mengikhlaskan sesuatu 
yang belum bisa ku pegang seutuhnya. Maafkan aku jika aku sebelumnya egois.
 Tapi perlu kamu tahu bahwa aku tidak semudah itu merelakan.
 Aku juga akan berusaha menjadi lebih baik dari laki-laki manapun 
saat aku bersaing mendapatkan cintamu yang abadi. 
Doakan semoga aku dapat selalu berjuang 
dan mempertahankan bunga teratai kita yang sudah terlanjur tumbuh didalam hatiku ini.
 Ya. Bunga kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al