Langsung ke konten utama

Memetik Bintang - Sebuah awal perjalanan


Cerita ini dimulai saat aku bahkan tidak menyadarinya. 
Tepatnya beberapa tahun lalu saat aku sering menjadi 
bahan olok-olok semua teman kelasku.
 Bisa dikatakan aku paling polos disana. 

Perih rasanya setiap hari di ejek dan dihina 
karena fisikku yang agak berbeda dari mereka,
 mereka melakukannya sepuas hati mereka 
dan tidak pernah merasakan penderitaan yang aku jalani ini.

Aku anggap aku sudah dewasa waktu itu,
 aku selalu bersabar dengan tingkah laku mereka
 dan aku selalu menyisihkan waktuku 
untuk sekedar memikirkan masa depan,
 sama seperti orang dewasa lainnya diluar sana.
 Tapi teman-temanku tak pernah menganggapku,
 aku selalu dibedakan oleh mereka yang bangga akan diri mereka sendiri.

Layaknya orang dewasa, aku juga selalu berdoa 
agar aku bisa masuk sekolah penerbangan 
ataupun sekolah meteorologi (aamiin), 
bukan hanya untuk orangtuaku dan masa depanku yang lebih cerah nanti,
 tapi juga untuk membuktikan pada mereka 
bahwa dalam hidup ini kita tak bisa 
menilai seseorang secara langsung begitu saja.
 Semoga aku bisa melakukannya ya Allah aamiin.

Masalah ini semakin memuncak saat aku tidak mau
 memberikan uang yang biasanya mereka dapatkan,
 mereka menyebut ini pemalakan. 
Mereka menarik kerahku dan mengangkat tinjunya 
mengarah padaku sambil berkata bahwa mereka 
akan melakukan sesuatu padaku sepulang sekolah 
di belakang halaman dan akan menghabisiku 
jika aku melaporkan ini kepada guru Bk.

Aku takut, pertama kalinya aku sekolah di tempat jauh
 dan aku langsung mendapatkan sambutan yang luarbiasa dari penghuninya.
 Sebagaimana siswa baru yang selalu takut akan hal seperti ini,
 aku kesulitan menjaga badanku yang ingin segera berlari keruang Bk,
 tapi aku harus menghadapi keyataan bahwa ini 
tidak akan selesai jika tidak aku hadapi sendiri.

Aku pun pergi kesana sendiri sepulang sekolah.

Aku tidak punya ingatan apa-apa mengenai semua kejadian 
yang terjadi di halaman sekolah waktu itu. 
Aku pingsan dan baru tersadar dua hari setelah kejadian itu. 
Saat aku terbangun di rumah sakit, 
ada seorang perempuan yang duduk disamping tempat tidurku.
 Dia berkata bahwa orangtuaku baru saja pulang
 dan mempersilahkannya untuk menengokku disini. 
Dia menceritakan semuanya padaku,
 kejadian halaman sekolah yang mengerikan. 

Aku dipukul habis-habisan oleh sekelompok siswa 
yang mengaku satu komunitas, 
dia melihatku dipukul dengan pemukul baseball
 tepat di kepala belakangku sesaat sebelum aku dikeroyok oleh lima orang siswa
 seperti pencuri yang dihajar masa.
 Mungkin itu alasan kenapa aku tidak mengingat satupun kejadian itu.

Katanya, dia menghampiriku saat mereka sudah pergi,
 aku berlumuran darah dan tengkorak bagian depanku retak.
 Dia segera memberitahu guru dan semua pihak sekolah,
 aku dibawa kerumah sakit saat itu juga.

Lima orang berandal itu bukan hanya berurusan 
dengan pihak sekolah dan orangtuaku, 
tapi juga berurusan dengan kepolisian karena tindakan mereka
 ditambah dengan bukti mereka mengkonsumsi minuman keras pada hari itu.
 Mereka mendapat apa yang pantas untuk mereka sekarang.

Aku bersyukur aku masih bisa menghela nafas sampai saat ini. 
Dokter bilang aku adalah orang yang beruntung 
karena segera dibawa kerumah sakit dengan tepat waktu,
 sedikit saja terlambat maka pendarahannya akan membuatku mati. Alhadulillah.

Akupun mengusap wajahku sambil berdoa semoga hal ini 
bisa menjadi pelajaran bagiku, dan bagi semua orang yang disekitarku 
untuk selalu hati-hati dalam pergaulan. 

Saat aku selesai berdoa, 
perempuan itu tiba-tiba hilang dari pandanganku.

Sejak hari itu pula, aku menjadi aku yang berbeda.
 Aku tidak lagi menjadi aku yang bergantung pada diriku sendiri,
 aku mendapatkan banyak teman yang memberikanku dukungan. 

Sampai pada suatu hari aku bertemu dengan seorang perempuan 
yang menaruh perhatian lebih padaku.

Aku merasa ada yang aneh di hatiku, dan disitulah aku tahu
 bahwa aku kini sudah dewasa.

Aku bertekad untuk selalu menegakkan kebenaran.
Aku ingin selamanya berada dijalan yang lurus.
Aku harus membuat kedua orangtuaku bangga.
Aku berjuang penuh untuk masuk STMKG ataupun STPI tahun ini.
Aku harap semua rencanaku didengar dan akhirnya diridhai oleh Allah SWT,

demi masa depan yang indah dan bermanfaat bagi orang disekitarku. 

Aaamiin ya Rabbal Aalamiin.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al