Langsung ke konten utama

Apa Gunanya Percaya?


Dulu aku pernah menerka-nerka apakah aku bisa menemukan kebahagiaan seperti orang lain diluar sana. Sedangkan aku masih saja terkurung disini, terpuruk, oleh kelamnya masa lalu dan pengalaman yang tidak pernah menyenangkan tentang rasa suka terhadap seseorang disana.

Bukankah dari dulu aku pernah bercerita mengenai seseorang yang terus mengejar orang yang dicintainya walaupun orang itu tidak memiliki perasaan yang sama? Dan aku membenci orang yang seperti itu? Iya kan?

Tetapi sekarang aku malah menjadi orang yang sama seperti dia. Terus mengejar sesuatu yang belum tentu akan menolehkan perhatiannya kepadaku. Lalu mengapa aku malah menjadi seperti itu?
Kita semua tahu jawabannya lah. Cinta. Reaksi senyawa kimia di otak yang menurutku masih menjadi suatu misteri. Karena tidak banyak yang aku tahu tentang cinta kecuali perihnya dan sakitnya cinta. Hanya dua itulah yang selama ini menghujam hatiku.

Mungkin itu karena aku terlalu banyak berkhayal tentang cinta yang indah.
Lalu kenapa hanya aku? Kenapa tidak orang itu juga yang merasakan pahitnya jatuh cinta sepertiku?

Aku tidak kufur nikmat, aku hanya mengeluh dan mengadu atas kepahitan ini. Bekas luka ini terlalu dalam untuk sembuh, mungkin butuh beberapa lama untuk itu. Yang pasti adalah bahwa aku harus bergerak maju dan meninggalkan ini.

Kata orang untuk mendapatkan hati itu kita harus menjadi orang yang berbeda dari biasanya, saat aku gagal haruskah aku menyalahkan mereka? Atau aku nya saja yang salah menerapkan?
Buktinya aku sekarang masih menjadi pemain figuran yang numpang lewat saat aku berharap bisa jadi pemeran utama nya.

Hmm… aku fikir aku bisa mendapatkanmu jika aku berusaha dan berubah. Ternyata aku salah. Aku fikir tidak akan ada yang mencoba mendekatimu saat kamu berkomitmen untuk sendiri, lagipula, kenapa kamu juga menerima dia? Kenapa kamu tidak mengutarakan yang sebenarnya bahwa kamu tidak ingin punya hubungan sampai hubungan yang serius terjadi? Aku masih ingat loh saat kamu berkata seperti itu, “tidak mau lagi disakiti, tidak ingin lagi menjalin hubungan yang sia-sia dan sementara”.

Akhirnya kamu merusak perkataanmu sendiri, juga merusak kepercayaanku bahwa kamu adalah orang yang begitu taat akan agama. Bagaimana bisa epercayaan seseorang kembali utuh saat sudah dihancurkan sebelumnya? Jujur saja aku bukan orang yang seperti itu.

Aku hanya berharap aku bisa melupakan perasaan kepadamu ini, move on, dan merubah pemikiranku tentang wanita, aku tidak ingin mengatakan “semua wanita itu sama saja” karena mereka sangatlah berbeda. Ada kemungkinan aku bisa berkata seperti itu karen memang semua wanita yang aku dekati selama ini semuanya tidak ada yang tidak menyakitiku.

Satu pesanlah untuk kamu:
Jangan pernah kecewakan orang lain demi kebahagiaanmu sendiri, ada saatnya kita harus merelakan dan mengorbankan sesuatu untuk sesuatu yang lebih baik, tapi sekarang bukan saatnya, karena kamu masih pelajar. Aku tidak akan menggunjingmu lebih lama karena aku bahkan tidak berkata bahwa aku memperhatkanmu, tapi apa salahnya kan menjaga diri juga menjaga janji agar tidak menyimpang? Bukankah itu yang diajarkan agama kita?
Dan siapa yang bisa aku salahkan disini? Aku tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali menyalahkan diri sendiri yang terlalu percaya.

Pada akhirnya aku hanya seorang remaja yang patah hatinya, remaja yang hancur perasaannya, karena ekspektasi yang terlalu tinggi terhadar kamu.

Terimakasih ‘pernah’ menemaniku, bahagialah bersama pacar barumu.

Aku doakan semoga kamu cepat putus dan kembali istiqomah layaknya sedia kala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al