Langsung ke konten utama

Salah Perguruan Tinggi


Ini adalah kali ke sekian sejak saya masuk perguruan tinggi
Lucu sekali rasanya karena saya masih merasakan sensasi yang sama,
Sebelumnya saya peringatkan bahwa posting ini murni curhat.

Berkuliah disini memang seperti kuliah pada umunya,
Dan seperti pada umumnya, ada sisi negatif yang muncul.
Mungkin berbeda bagi masing-masing orang,
Dan inilah versi saya.

Semenjak hampir tiga semester lalu saya masih merasa terbuang,
Lucu karena sudah setahun lebih tapi masih juga belum bisa cinta almamater,
Saya masih berharap untuk bisa jadi taruna suatu perguruan tinggi kedinasan.
Silahkan judge saya untuk tidak bersyukur masuk sini,
Tapi semua orang pasti punya feel yang sama saat ia gagal mencapai cita-citanya.
Saya bukannya tidak bersyukur, tapi masih ada keinginan,
Masih ada bagian dari hati yang tergoda jika ada taruna dari perguruan tinggi tsb.

Mencintai almamater dan mencoba menelan kenyataan itu sulit,
Apalagi kalau memang tadinya punya visi yang ketinggian,
Maaf sekali lagi, saya masih butuh banyak waktu buat menerima nasib lho.

Setahun lebih disini saya sadar kalau saya berbeda dari yang lain.
Saya benci berbeda, walaupun orang bilang berbeda tetap satu jua.
Dari latarbelakang lingkungan saya dilahirkan dikeluarga sederhana saja,
Bisa dibilang sangat berbeda dengan kebanyakan anak disini,
Kesederhanaan yang dilalui sehari-hari bukanlah sok-sok sederhana
Karena memang begini keadaannya.
Hedonisme bukan jalan hidup saya
dan saya hanya bisa melihat teman-teman saya yang begitu,
Tidak iri, tapi ada rasa menyayangkan kenapa mereka begitu.

Disini saya juga merasa terbelakang,
Disaat oranglain memiliki tingkat inteligensi yang tinggi,
Tapi mereka mengatakan "tidak bisa"
Rasanya ingin seketika saya colok matanya!
Mereka banyak pencitraan,
Kalau saya bilang tidak bisa ya karena saya tidak bisa,
Tidak seperti mereka yang bilang tidak bisa
Tapi tiba-tiba dapat A.
Saya butuh berjuang lebih keras untuk bertahan disini, really.

Selain itu saya merasa kurang teman disini,
Banyak sih teman, tapi maksud saya mereka yang sepaham dengan pemahaman saya,
Terakhir saya sepaham dengan seseorang tentang sesuatu,
Akhirnya orang itu berubah paham,
Bukan karena masalah asal daerah dan bahasa,
Tapi lebih ke pemahaman.
Saya benci block dan batasan dalam berteman,
Silahkan panggil saya keras kepala,
Tapi pasti kamu tahu rasanya tidak diajak...

Itu,
Setidaknya cuma itu keluhan saya saat ini,
Post semacam ini memang bisa memicu masalah,
Satu satunya alasan saya menulis ini adalah saya ingin punya track record
Agar saya tahu bagaimana perubahan mental saya beberapa tahun kedepan.
Saya akan terus berjuang dan berusaha,
Agar lain kali saat saya baca post ini keadaan saya sudah tidak mengeluhkan hal hal ini
Semoga saya bisa berubah dan lebih dewasa menghadapi masalah... Aamiin...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al