Langsung ke konten utama

Forced Positivity


Akhirnya datang juga,
waktu tiga bulan sekali yang membahagiakan buat para mahasiswa
yaitu ujian, baik tengah semester atau akhir semester.

Sebelum saya mengeluh tentang ini,
mari kita berdoa supaya kita bisa melakukan yang terbaik
di uts / uas yang kita hadapi.
Aamiin...

Di waktu gini lah banyak pemikiran negatif
yang akhirnya muncul lagi secara ajaib,
banyak juga penyesalan buat aktivitas yang dilewati
dan entah itu baik atau buruk
semuanya cuma tergantung sudut pandangnya kita.

Saya semakin sadar,
bahwa terlalu banyak waktu yang saya gunakan
buat non akademik.
Entah di ukm atau main.

Soalnya banyak sekali kegiatan yang
mesti dilakukan disana dan lumayan menyita waktu.

Yaa memang sih ada kalimat
"amanah tidak akan salah memilih pundak"
tapi maaf mungkin pundak saya kurang siap untuk
menerima amanah sebanyak itu.
Amanah dipercayakan dengan kewajiban yang cukup berat,
dan saya tahu saya pasti bisa melakukan amanah itu,
tapi saya yakin tidak akan maksimal, maka
akan lebih baik jika bukan diberikan kepada saya.

Semenjak saya masuk ukm kedua saya,
fokus saya juga terbagi lagi.
Tapi saya mohon maaf kepada semuanya
karena sekali lagi saya belum maksimal
untuk menjalankan tugas yang diberikan.

Prioritas saya adalah keluarga saya,
akademik, baru non akademik.

Jadi saat keadaan akademik saya membutuhkan saya,
saya harus membalikan badan dari non akademik.
Saya sadar itu bukan profesionalitas,
beberapa orang akan tetap bekerja di non akademik
meskipun menjelang uts seperti ini,
tapi maaf saya tidak bisa,
sekali lagi karena saya dan kalian berbeda.

Dalam hal akademik khususnya,
"tidak bisa" yang saya bilang berarti saya beneran tidak mengerti materi,
sedangkan kalian apa?
Kalian terlalu merendahkan diri hingga ke batas yang menyebalkan.

Itu saja alasannya,
saya tidak mau banyak diganggu dulu,
dan saya tidak mau mendengar perkataan:
"aku ga paham materi ini"
dari kalian dengan nada menyebalkan itu,
setidaknya untuk sekali ini saja,
terimakasih telah membaca...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al