Langsung ke konten utama

Memendam Rasa



Hidup ini indah darimanapun kamu melihatnya,
kecuali disaat kamu kecewa dan patah hati.
Maka bagaimanapun caramu melihat hidup,
hidup tidak akan ada indahnya sama sekali.

Dari sekian banyak hal yang bisa 
membuat hidup ini terasa menyenangkan,
perasaan suka adalah salah satu 
yang punya dua sisi bertolak belakang.

Rasa suka itu tidak bisa dipaksa muncul,
makanya ia juga tidak bisa dipaksa pergi begitu saja,
perlu waktu, perlu usaha, dan perlu pengalihan.
Hanya mencoba melupakan justru akan membuat semakin ingat.

Jika rasa diantara dua orang sejalan,
maka akan tercipta kebahagiaan.
Sebaliknya, jika hanya perasaan sebelah tangan,
yang ada hanya kecewa dan patah hati dari angan yang tidak tercapai.

Memang sulit jika punya rasa suka tetapi
kita tidak bisa memastikan bagaimana perasaan orang yang kita suka kepada kita,
bukan masalah keberanian, tapi lebih ke masalah kesiapan kita.
Jangan dulu saling suka kalau belum siap menikah. itu sih rule yang saya tangkap.

Logikanya, kalau sudah tahu saling suka memangnya mau bagaimana?
Selain menikah, bentuk hubungan apapun menurut saya cuma buang waktu saja,
Malah merugikan keduanya. lalu bagaimana kalau memang belum siap menikah?
Seharusnya bisa menjaga perasaan kalau memang belum saatnya.

Sejujurnya saya juga kecewa dengan teman-teman saya,
banyak yang akhirnya pacaran meskipun sudah berkomitmen menjaga hati.
Kenapa mesti buru-buru kalau memang belum bisa menikah?
Kenapa terlalu mengedepankan perasaan sampai segitunya?

Lalu lucunya yang pacaran itu malah didoakan langgeng dan diberi pujian:
"wah serasi ya", "cocok ya mereka berdua", "semoga langgeng ya"
dan tidak sedikit orang yang pacaran dengan orang non muslim. why?
Masyarakat kita ini semakin gila, yang zina kok malah didukung seperti itu.

Pada dasarnya patah hati dan kecewa itu konflik internal saja,
saya yang merasakannya ya jelas tahu peredanya tidak lain dan tidak bukan adalah pacaran.
Tapi, apa pacaran itu worth it? Dengan mempertimbangkan semua masalah
yang bisa ditimbulkannya, ya saya lebih baik memilih untuk tetap jadi seperti ini saja.

Memendam rasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Makna Kecerdasan

Lebih dari 14 abad yang lalu, para sahabat telah mengetahui mukmin mana yang paling cerdas. Hal itu bermula dari pertanyaan sebagian sahabat kepada Rasulullah. Ibnu Majah meriwayatkan dalam hadits berderajat hasan. Hadits ini dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang Anshar yang menghadap Rasulullah saat Ibnu Umar duduk bersama beliau. يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ “Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.”  (HR. Ibnu Majah) Orang yang paling cerdas bukanlah orang yang paling tinggi...