Langsung ke konten utama

Satu kata



"Apa susahnya merubah diri?"
Kata saya, yang masih belum berubah
Sejak empat tahun lalu mencoba
Jadi diri yang lebih baik.

Antara ada yang salah dengan diri
Atau memang kita tidak akan
Merasakan apa yang berubah dari kita,
Namun hanya orang lain yang bisa.

Saya malah masih merasa seperti
Anak sekolah menengah,
Masih suka santai, main dan tiduran.

Lalu apa sebenarnya yang berubah
Ketika kita sudah "berubah"?
Apakah saya melihat semua dari
Sudut pandang orang tua?
Apakah saya punya monolog
Yang lebih dalam lagi ketimbang sekarang?

Saya sudah berusaha berubah,
Adakah yang berubah dari saya?
Atau saya masih orang yang sama
Dari zaman sekolah menengah
Yang suka sekali jadi badut di komunitas?

Kenyataannya iya, saya masih suka
Mengorbankan harga diri dan muka
Untuk menghibur orang lain,
Saya masih terlalu keras berusaha untuk 
Membuat orang lain tertawa
Sampai saya lancar edit foto.

Mungkin itu satu yang bisa saya ubah
Agar saya jadi lebih berwibawa
Dan tidak kekanak-kanakan lagi
Dan mungkin lebih jauh dari itu
Akan membuat saya merasa "dewasa"

Tapi untuk apa berubah
Dan membuang semua itu
Kalau saya sudah merasa nyaman begini?

Mungkin saya tidak akan se-dihormati
Seperti ketua sema ataupun ketua organisasi
Tetapi hubungan teman yang saya miliki,
Mengetahui secara utuh bahwa saya
Orangnya suka bercanda,
Membuat saya merasa bisa terbuka dengan
Mereka semua.

Saya tidak perlu khawatir kalau-kalau
Wibawa saya hilang,
Karena tokoh saya dari awal
Memang tidak perlu wibawa.

Saya tidak perlu repot pasang muka serius
Cukup muka datar tanpa ekspresi
Dan mendengarkan mereka yang bercerita.

Saya memang bukan aktor utama dalam
Cerita dunia yang luas ini,
Tetapi setidaknya ada suatu kebanggaan
Bagi saya untuk menjadi badut profesional
Yang bisa semua orang andalkan
Untuk membuat latar cerita ini
Menjadi lebih hangat.

Badut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Makna Kecerdasan

Lebih dari 14 abad yang lalu, para sahabat telah mengetahui mukmin mana yang paling cerdas. Hal itu bermula dari pertanyaan sebagian sahabat kepada Rasulullah. Ibnu Majah meriwayatkan dalam hadits berderajat hasan. Hadits ini dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang Anshar yang menghadap Rasulullah saat Ibnu Umar duduk bersama beliau. يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ “Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.”  (HR. Ibnu Majah) Orang yang paling cerdas bukanlah orang yang paling tinggi...