Langsung ke konten utama

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka.

Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu.

Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya.

Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu.

Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya saya sudah malas jawab, menikah kan bukan balapan siapa yang duluan melakukannya, buat saya yang masih ogah-ogahan mengurus diri saya gini saya merasa pernikahan bagi saya masih jauh dari bayangan.

Dan kalau yang lain mau duluan, saya tidak akan merasa kecil hati dan tidak akan merasa ketinggalan, saya senang buat kalian. Kalau kalian punya anak duluan ya saya senang karena bisa ikut ngasuh kalau saya punya waktu, saya yakin saya bisa jadi paman yang keren.

Gimana tapi ya, agama dan masyarakat memang selalu mendorong kita untuk harus cepat menikah kalau sudah siap, tapi hanya sedikit dari mereka yang tahu kesiapan itu bukan sekedar harta dan kerjaan, tapi juga mental sekaligus ilmu. Orang seperti ini yang saya kurang suka.

Pernah gak sih tanya: 'gimana, sudah siap ilmunya untuk menikah?' atau 'sudah siap bertanggung jawab atas seorang perempuan untuk sehidup semati?'. Seketika terlihat pernikahan itu tanggungjawabnya besar dan gak sepele, makanya menikah itu perlu dipersiapkan baik-baik karena bukan sesuatu yang dengan mudah kita bilang "ah udahan deh cerai aja kesel dia gabisa masak tempe", enggak.

Sebaiknya tidak usah tanya-tanya lagi kapan saya menikah, tidak usah berulang kali membuat saya merasa kalau saya yang paling menyedihkan di dunia hanya karena saya belum menikah. Sejujurnya sekarang saya lebih betah sendiri dan orang-orang seperti inilah yang membuat saya tambah nyaman menjadi orang tertutup.

Dan lain kali mungkin bisa pikir lagi sebelum bertanya apaaaapun itu, yang bagi kalian sepele bisa jadi menjengkelkan bagi sebagian orang yang mendapat tanya. Cukup doakan. Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al