Langsung ke konten utama

Keberhargaan diri



Manusia adalah makhluk yang sempurna, ia diberi akal sehat, kebebasan serta hawa nafsu dalam dirinya. Manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan yang sangat pesat dalam beberapa abad terakhir. Teknologi, biologi, psikologi, dll, semuanya telah menunjukkan perbedaan yang kentara jika dibandingkan era sebelumnya.

Namun, dibalik kesempurnaan yang dimilikinya, manusia tetaplah manusia. Akal pikirannya tidak terlahir sempurna, banyak hal yang tidak ia ketahui hingga ia mencari tahu tentang hal tersebut. Bukan hanya ilmu pengetahuan yang harus manusia cari, tetapi juga bagaimana cara menjalankan diri dan kehidupannya selama ruhnya masih menempel pada jasad.

Salah satu ilmu yang mesti diketahui manusia adalah ‘Bagaimana’ ia menjalankan hidup ini, How to play this game called life. Karena banyak aturan tersirat, banyak aturan yang tidak logis dan mesti dipahami betul-betul yang tentunya tidak diajarkan secara tekstual, tetapi eksperiental. Sebagian ‘Tutorial of life’ ini dipelajari dalam psikologi, meski hanya sebatas belajar memahami tetapi itu sangat penting bagi kita, manusia. Terutama memahami diri kita sendiri.

Dan salah satu sifat manusia yang telah menjadi fitrahnya adalah ia ingin diakui eksistensinya. Siapa yang tidak mau terkenal? Dihormati? Dikagumi? Dan sifat ini menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk selalu ingin menjadi yang terbaik dalam lingkup sosialnya. Masalahnya, tidak mudah bagi manusia untuk selalu konsisten dan memegang teguh motivasi yang ia dapatkan dari dirinya sendiri. Jangankan motivasi dari luar, terkadang, alasan megapa kita melakukan sesuatu-pun sering kita lupa karena begitu banyak pengalih perhatian kita terhadap fokus yang kita tuju tersebut.
Mari kita bagi manusia menjadi dua golongan:
(+) untuk manusia sederhana, bahkan kurang
(++) untuk manusia cukup hingga berlebih

Beberapa manusia terlahir konsisten, ia memegang teguh apa yang ia inginkan untuk ditempuh dan menjalaninya dengan serius, manusia ini lebih kita kenal dengan mereka yang ‘Out of the box’ karena kebanyakan dari mereka memiliki keadaan keluarga yang -maaf- tidak baik secara ekonomi, ataupun fisik yang tidak sempurna, sebut saja manusia konsisten (+). Sebagian lagi dari manusia konsisten adalah mereka yang memiliki lingkungan yang baik, dan moral yang baik sehingga ia dapat mempertahankan apa yang menjadi cita-citanya, kita sebut ia manusia konsisten (++).

Manusia konsisten (+), mereka yang jarang sekali ada kita jumpai, tapi banyak dari mereka yang terkenal. Mereka adalah sosok yang sangat pantas untuk dijadikan motivasi kita, bahwa dibalik kekurangan mereka, masih banyak hal luarbiasa yang mereka lakukan dengan sempurna. Metamorfosis yang terjadi adalah hasil dari kegigihan usaha dan konsistensi yang mendalam, tidak terkecuali sifat ingin keluar dari zona stagnan kehidupan yang tidak akan berubah jika mereka tidak berusaha sangat keras.

Manusia konsisten (++), tipe manusia yang kebanyakan dari mereka adalah orang berada di lingkungannya (dalam arti ekonomik, dan atau kekuasaan). Mereka sosok yang membuktikan bahwa usaha berbanding lurus dengan hasil dan dukungan. Latarbelakang manusia (++) ini biasanya memang keluarga yang baik (Ayah ibu yang bekerja, berpendidikan tinggi serta keluarga besar lainnya yang memang sudah sukses), maka tidak heran jika menusia ini mudah sukses karena standar yang mereka miliki dalam hidup adalah orang-orang sukses disekitarnya. Belum lagi finansial yang mencukupi untuk mengakomodir keperluan penunjang dan segala hal. Tetapi mereka kurang (atau bahkan tidak) cocok menjadi bahan motivasi berjuang, karena kadang keadaan awal mereka memang sudah berbeda dengan kenyataan diri kita. Bahkan hanya dapat menimbulkan iri jika diseriuskan.

Kedua jenis manusia konsisten berdasarkan latarbelakangnya itu hanyalah contoh kecil orang-orang yang sukses, keduanya sama-sama memegang erat prinsip hidup dan tidak kalah dengan hawa nafsu.

Penghalang yang dialami kaum (++) adalah gemerlap dunia glamour dan hedonis yang menarik sekuat tenaga, caranya adalah terus hidup sederhana tanpa kesombongan dan menjalin hubungan sosial yang baik. Sedangkan, manusia (+) penghalangnya adalah sifat iri. Kadang ia bertanya ‘mengapa aku terlahir begini’, atau mungkin berkata ‘coba kalau aku terlahir seperti si (++), pasti aku akan lebih sukses’. Penghalang ini sangat mengganggu karena memang sangat mengena dalam batin, apalagi kepercayaan pada nasib. Jalan keluar satu-satunya adalah bagaimana ia mempertahankan dirinya dalam keadaan termotivasi, menghindarkan diri dari sandungan biaya mahal dengan beasiswa, serta tidak putus asa.

Iri berarti membandingkan dan menghilangkan keberhargaan dirinya sendiri. ‘Membandingkan’ artinya menyetarakan hidupmu dengan hidup orang lain. Faktanya, ini yang sering terjadi kepada orang-orang. Hidupmu adalah hidupmu, hidupnya adalah hidupnya, dan hidup ini bukan tentang ‘siapa yang terbaik’, tetapi tentang ‘bisakah kamu menjadi versi dirimu yang terbaik’. Kamu istimewa, kamu unik dan berbeda dengan orang lain, pasti potensi yang ada dalam dirimu berbeda dengannya. Maka jangan heran bila ada orang yang mampu melakukan sesuatu lebih baik darimu dalam suatu hal, jangan iri!, karena pasti ada hal lain yang bisa 100% kamu lakukan lebih baik dari dia yang dia sama sekali tidak bisa. Hidup ini adil, jangan menyalahkan hidup dan berkata bahwa ia tidak adil, karena kehidupan kita diatur oleh Tuhan Yang Maha Adil. So, please stop comparing yourself to others.

Menghilangkan keberhargaan diri itu sama berbahayanya dengan memabandingkan lho, banyak yang tidak sadar akan hal ini. Artinya adalah kegiatan yang menganggap orang lain itu lebih superior dibandingkan kita. Okelah, dalam organisasi dan perusahaan mungkin perlu, tapi harus diperhatikan bahwa Respect dan yang kita bahas sangat jauh berbeda. Harga diri adalah alasan mengapa kita ingin hidup, hal yang sangat esensial dan perlu diperjuangkan dengan mati-matian. Sampai ada yang rela berkorban untuk mempertaruhkan harga dirinya, tahu kaan?? Nah, jika kita sendiri sudah menghilangkan keberhargaan diri kita, lalu siapa yang akan menganggap kita berharga? Toh diri kita sendiri aja gak mau. Maka belajarlah untuk menajdi diri kita sendiri, artinya, menjalani hidup seperti biasanya tanpa menirukan orang lain karena terpaksa (atau ikut-ikutan), berkiblatlah pada orang-orang yang benar untuk menjadi diri sendiri, karena kamu istimewa, kamu unik dengan keahlian dan kelebihanmu yang tidak dimiliki oranglain.

IN SUMMARY


Menjalani hidup itu sulit, ya, sulit, jika dan hanya jika kita tidak memahami bagaimana cara bermain permainan ini. Menjadi versi terbaik diri kita adalah salah satu yang bisa kita lakukan untuk melangkah lebih lanjut menjadi manusia yang berkualitas. Tetap junjung hubungan sosial dengan orang lain, juga terus meningkatkan hubungan kita dengan Tuhan, maka pasti dunia ini akan menjadi ‘tempat sementara’ yang lebih indah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al