Langsung ke konten utama

Kouzui - Masalah yang menggenang


Pernahkah kamu berpikir betapa sulitnya 
menyadari bahwa hidup ini hanya sekali? 
Lalu, dari tak ada habisnya masalah yang kita hadapi dalam hidup, 
adakah yang paling menjengkelkan bagi mu?

Lengkap bukan? 
Kita cuma sekali hidup dan ditantang 
oleh masalah yang tak ada habisnya. 

Tapi, point nya bukanlah seberapa besar masalah, 
melainkan bagaimana respon kita terhadap 
that neverending problem.

Takdir misalnya, 
adalah permasalahan yang bagi sebagian orang sangatlah menjengkelkan. 
Tentu saja, lahir di keluarga kaya dan lahir di keluarga miskin 
hanya bisa disamakan level bahagianya dengan bersyukur. 
Selalu mengingat bahwa yang kita miliki hanyalah titipan semata. 
Contoh lainnya, cukup menjengkelkan kan kalau ada orang terlahir 
dengan penampilan bawaan yang sempurna untuk ukuran manusia, 
dan atau memiliki bakat dari lahir yang menunjang karir dan kehidupannya. 
we can't change that, but we can change our mindset.

Lalu perasaan misalnya, 
hal yang paling sensitif di bumi ini. 
Aku sendiri memandang ini sebagai hal yang relatif saja, 
simpel, karena perasaan bisa dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Sayangnya, kita tidak tahu apa alasan seseorang mempunyai perasaan 
kepada kita, atau bahkan apakah dia orang yang tepat untuk kita berperasaan?

Dua problem tadi.

Pertama
apa alasan seseorang memberi perasaan
Apa?
Contohnya: 
Tulus, iseng, korban truth or dare, ada taruhan sama temen, sengaja (biar bisa nyakitin), dan seterusnya dan seterusnya...

Aku sebagai laki-laki gak bergitu bisa membedakan maksud seseorang, 
selama ini aku pun masih mempertanyakan kenapa aku menyukai seseorang...
Adakah masalah karena itu? 
Banyak. 
Gak mengetahui tentang alasan kenapa kamu sendiri menyukai seseorang 
bisa membawa kamu ke jurang yang lebih dalam, 
perasaan yang lebih tidak bisa dihindari. 
Mungkin awalnya biasa saja, 
lama kelamaan kamu sendiri yang bakal menderita karenanya. 
Menderita dalam arti dicekik oleh perasaan kepadanya, 
masalah lagi akan muncul jika perasaan ini hanya searah. 
Bertepuk sebelah tangan terbukti gak baik buat kita. 
Lebih baik cari tahu gimana respon dia terhadap sikap kita, 
ya mulailah pelajari kode-kode perempuan (kalau kamu laki-laki), 
siapa tau kalau memang dia menunjukkan lampu hijau 
bisa dilanjutkan ke taaruf, khitbah dan akhirnya menikah. 
uuuu....... 

Beda lagi kalau perempuan, 
katanya perempuan itu mahluk yang paling gak bisa memulai duluan, 
apalagi menyatakan perasaan duluan kan? 
Nah makanya kasih si dia kode yang jelas kalau kamu itu 
emang kasih lampu hijau (dalam arti bersedia, ga lagi di khitbah orang), 
dan sekali lagi, kodenya harus jelas. 
Jangan kemudian menyalahkan si laki-laki karena dia gak peka, 
mungkin aja kamunya yang kasih kode asal-asalan kan.

Masalah kedua tentang apakah dia orang yang tepat
Iyakah dia orangnya?
hmm... 
yang ini sih gak akan ada habisnya kalau dibahas. 
Problem utamanya disini adalah bisakah kita meminimalisir, 
bahkan menghilangkan, 
rasa kehilangan kita terhadap seseorang?

Misalkan, ada teman di SMA dulu yang menurutku sangat baik akhlaknya, 
dan aku merasa dia sangat cocok buatku. 
Tapi apa boleh dikata, 
ternyata takdir memisahan jalan kami. 
Jalan yang berbeda kadang sangat sulit untuk dipertemukan 
persimpangan antara keduanya. 
Dia pastilah menemukan seseorang yang baik saat berada jauh dariku.
Benarkah kekhawatiran itu? 
Tidak selalu, 
tapi mindset itu pasti melekat bagi yang menganggap 
seseorang nyaman buatnya tapi orang itu sekarang jauh darinya. 

Witing tresno jalaran soko kulino

Dia akan terbiasa dengan orang lain, 
akan ada orang lain yang jatuh cinta kepadanya, 
dan dia akan jatuh cinta kepada orang lain, 
disaat kita masih saja mencintai orang yang sama. 

Salahkah demikian? 
Tidak, 
orang bilang cinta yang menurut kita patut diperjuangkan 
harus selalu kita pertaruhkan. 
Batasannya adalah saat kita merasa dia tidak lagi peduli, 
disaat itulah kita HARUS mengikhlaskan dia untuk orang lain, 
lagipula dia tidak menganggap kita siapa-siapa kan. . . . .

Seperti banjir, masalah pun demikian. 
Akibat dari satu permasalahan saja yang tidak bisa kita selesaikan, 
akan ada masalah-masalah selanjutnya yang pasti tidak akan 
kita kerjakan karena masalah sebelumnya belum selesai, 
begitu seterusnya sampai terjadi banjir masalah. 
Hanya dengan pikiran yang jernih, optimisme, 
dan pertolongan Tuhan kita dapat melewatinya.

Diatas semua masalah yang ada, 
apakah pernah kita berpikir betapa luasnya bumi ini 
dan betapa besarnya kekuasaan Tuhan?

Tentang jodoh, jangan terlalu di khawatirkan, 
asalkan kita tidak mengekang diri kita di dengan rantai pacaran, 
jodoh yang paling baik pasti akan kita temukan. 
Jodoh tidak ditunggu, ia perlu dijemput. 
Dan sebaik-baiknya kendaraan untuk menjeputnya 
adalah akhlak yang baik dan juga agama yang kokoh.

Pertanyaannya hanyalah, siapkah kita untuk berubah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al