Langsung ke konten utama

Be What I Wanna Be


Menurut saya, punya mimpi itu penting,
punya sosok diri kita di masa depan yang selalu kita kejar
walaupun cuma khayalan kita adalah sebuah keharusan.


Setiap orang mesti berkhayal dirinya menjadi mapan,
membayangkan tingkat paling sukses dirinya di masa depan 
tidak peduli se menggelikan dan se jauh apa gambaran itu dari diri kita
tetapi itulah salah satu yang bisa membuat kita rela bangkit kembali dalam berjuang.


~Statistisi~
Semenjak cabang-cabang takdir masa depan yang lain terputus dari saya
dan mengerucut menjadi profesi statistisi, jujur saya jadi lebih fokus.
Ternyata indahnya bersyukur bukan hanya sebatas mendapat yang kita syukuri,
tapi juga mendapatkan apa yang kita tidak sangka-sangka dari Yang Maha Kuasa.


Saya yang sekarang adalah saya yang terlahir karena
semua pilihan-pilihan hidup yang pernah saya putuskan.
Mungkin ceritanya akan beda jika saya memutuskan masuk pesantren dulu,
Mungkin kisahnya takkan sama saat saya putuskan tidak masuk ekskul paskibra. 
Dan sekarang semua cabang kemungkinan itu tertuju pada satu jalan yang jelas: statistisi.


Nah menyambung dari konsepsi masa depan diri kita,
saya sendiri selalu membayangkan saya menjadi seorang ahli ekonomi
yang sibuk meninjau berbagai proyek pembangunan negeri di seluruh dunia.
Tentu hendry-mapan itu sangat jauh dari hendry-kosan, 
sa-ngat-ja-uh-se-ka-li
Dari yang bisa saya bayangkan, sepertinya saya baru 3% dari hendry-mapan.


Tidak apa-apa untuk bermimpi. 
Bermimpi itu gratis dan bebas.
Jika bermimpi saja tidak berani
jangan harap kita bisa berani mengambil langkah di dunia nyata.


Selain berusaha mewujudkan apa yang saya harapkan,
saya juga selalu mengusahakan untuk mewujudkan 
apa yang orang lain harapkan dari saya.

I want to live up to other people's expectations.

Kebanyakan artikel di dinternet menyarankan untuk give up lho,
karena katanya hidup kita ya gimana kita, 
bukan ditentukan sama keinginan orang lain terhadap kita.
Tapi saya punya argumen yang berlawanan.


Meski kadang orang lain berharap terlalu banyak tentang kita,
tapi justru harapan orang lain punya sudut pandang unik yang kita tidak punya
dan itu bisa menjadi penutup titik buta dan keterbatasan idealisme kita.


Alasannya karena rasa ketidakinginan untuk membuat orang lain kecewa,
kasihan mereka yang menyangka kalau saya baik tapi ternyata saya tidak baik di realitanya.
Solusi dari keadaan seperti itu kan ada dua, 
memunculkan sifat tidak baik kita dan bikin orang itu merasa telah salah menilai kita
atau menjadikan penilaian orang lain sebagai tolak ukur baru keadaan ideal
serta berusaha untuk menjadikan itu sifat asli kita.


Mana yang lebih membahagiakan bagi kedua pihak? tentu yang kedua lah.
bukan karena kita ingin selalu terlihat baik, selalu dinilai baik 
dengan menyembunyikan sifat asli kita,
namun lebih ke mengubah sifat asli kita 
sehingga tidak ada lagi sifat buruk yang perlu kita sembunyikan dari orang lain.


Selamat bermimpi!
tulis di kertas tentang orang mapan seperti apa kamu nanti di masa depan,
jangan lupa bandingkan dengan kondisi kamu sekarang dengan skala 0%-100%,
jangan tanggung-tanggung dan jangan merasa terlalu berlebihan.
Karena semakin tinggi target, semakin kita merasa masih secuil dari ekspektasi kita,
lalu kita akan semakin berusaha untuk mengejar itu.

~Hamasah lillah~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

unfortunate circumstances

I noticed something different about myself, I no longer care about my appearance, I no longer care about people's feelings, Hell I no longer care about other people in general I have burned bridges and become this bitter person that lost the ability to empathize with others. Ada hal yang terjadi ketika kita berada dalam sebuah situasi terlalu lama, kita beradaptasi dengan sekitar kita dan lama kelamaan itu menjadi bagian dari diri kita. Saya tidak pernah membayangkan akan ada di posisi seperti ini begini lamanya. Semua hal di dunia ini jelas terlihat seperti sudah terencana dan terorganisir untuk membuat hidup saya sehambar mungkin sampai akarnya. Semua itu terjadi pada tahapan yang paling kecil dan perlahan yang sama sekali tidak saya sadari sehingga ketika saya mengetahuinya, semua itu sudah terlambat dan sudah terjadi pada tingkatan yang fundamental. Diri saya juga mengalami perubahan mikro itu seiring kehidupan saya yang bertransisi. Rasa empati yang hilang, semangat menjalani

You are not who you think you are

Kita selalu beranggapan bahwa Kita tahu siapa diri kita Mungkin iya dalam beberapa kasus tertentu Tetapi jarang ada orang yang tahu siapa diri dia sebenarnya. Bisa jadi kita beranggapan bahwa kita adalah seorang yang rajin Atau religius, atau pintar, atau senang berolahraga dan lainnya Tapi apa benar begitu? Mendefinisikan identitas diri bukan perjalanan yang semudah itu Identitas diri bukan sesuatu yang kita tahu secara subjektif saja Tapi kita harus melihat dan menguji diri kita secara objektif juga. Artinya kita harus bisa terlebih dahulu menjadi sebuah cermin Yang disana tidak ada lapisan subjektifitas atau pembelaan diri. Dengan memisahkan diri sebagai penilai dan yang akan dinilai Akan terlihat siapa kita sebenarnya dalam level alam bawah sadar Anggapan bahwa kita rajin, religius, pintar dan senang olahraga Akan terbukti atau akan tidak terbukti dengan melihat perilaku kita Bukan dari anggapan atau pengakuan diri kita saja. Sulitnya melakukan evaluasi diri ini adalah kecenderunga

The day after I killed myself

Before anyone wondering, no I’m not suicidal. I’m really afraid to die… but sometimes I couldn’t lift myself up to face this harsh reality either… This note isn’t my last note nor it is my suicide note, or whatever. This note is a closure, something that I needed for a long time, something that will serve me as a reminder that suicide is not a solution but rather another problem that will 100% spawn much more problems for people around me. What I wrote here is only a fiction about what would probably happened if I did end my life. Not to fantasize about dying or anything but this is just a reminder and an EVEN MORE reason why I shouldn’t give in… ============================== The day after I killed myself. The first one who will noticed my disappearance is probably my wife. Not contacting her for longer than 24 hours is already a cue that something is going on. I’ve told her so many times that I’m tired of living our marriage long-distance like this, I want to be by her side al