Langsung ke konten utama

Setitik Cahaya

Image result for cloudy night

Langit malam ini sangat gelap
tidak seperti biasanya yang disirami cahaya bulan.
Angin malam masuk dari jendela yang lupa terkunci,
dinginnya ditambah dengan kipas angin
yang lupa diatur untuk berputar kepalanya.

Aku terbangun dari tidur tanpa mimpi kala itu, pukul satu.
Mengunci pintu yang tak sempat dikunci sebelum terlelap,
Menutup jendela agar nyamuk-nyamuk itu berhenti datang,
dan mandi sore, atau dalam hal ini jadi mandi malam.
Bergegas sembahyang isya yang belum dikerjakan karena ketiduran
sejak pukul setengah tujuh selepas pulang magang.
(Sepertinya badanku masih belum menyesuaikan dengan kehidupan kerja.)
dan tak lupa kukerjakan tahajjud serta menceritakan keluh kesah
pada Yang Maha Kuasa.

Malam itu (atau, pagi itu),
Aku berpikir banyak tentang kehidupanku mendatang.
Bagaimana bisa aku berubah jadi orang yang lebih baik,
Apa event penting yang akan terjadi padaku dan
Apa saja yang harus aku siapkan untuk itu.
Ditemani secangkir teh manis yang gulanya kurang manis,
dan sisa camilan yang disuruh dibawa dari kantor oleh mas-mbak senior.

Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah pernikahan,
event terpenting mendatang yang tidak tahu aku siapnya kapan.
banyak yang memberi support untuk segera menikah selepas
pengangkatan pns, terimakasih doa dan dukungannya.
Ya, aku juga berharap begitu, menikah muda dan berjuang bersama.
Tapi aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus memulai itu.

Jadi anak pertama memang merepotkan ya,
tidak ada kakak untuk dicontek persiapan menikahnya.

Apa saja yang harus aku siapkan sebelum menikah?
Kapan aku harus mulai mengunjungi orangtua si calon?
Bagaimana aku harus bilang ke mama dan papa kalau aku ingin menikah?
Berapa banyak modal yang harus aku siapkan?
Dimana nanti aku melakukan pernikahan?
dan, siapa calonnya?

=========================================================

→ Apa saja yang harus aku siapkan sebelum menikah?

Dosen psikologi di kampus pernah bilang,
"Kamu harus selesaikan urusanmu sendiri sebelum menikah,
karena setelah menikah kamu akan memikirkan urusan pasanganmu juga"
Beliau juga berkata bahwa persiapan mental itu penting bagi
yang ingin menikah dan menyadari bahwa pernikahan itu komitmen
seumur hidup adalah salah satunya.

Itu dalam segi psikologi, lalu bagaimana dalam segi agama dan materiil?
Aku belum belajar banyak tentang itu, akan kupelajari secepatnya.


→ Kapan aku harus mulai mengunjungi orangtua si calon?

Aku tidak ingin memulai pernikahan dari pacaran,
makanya aku tidak pernah berpacaran karena sekarang
orientasiku adalah pernikahan yang memang satu-satunya jalan
untuk menyatakan perasaan.

Tapi bagaimana caranya dalam Islam?
Apa aku harus dapat jawaban si perempuan sebelum datang ke rumahnya?
Atau ke rumahnya dulu baru dapat jawaban diterima atau tidak?
Aku harus banyak belajar tentang hal itu.... huhu kok jadi deg-degan ya?


→ Bagaimana aku harus bilang ke mama dan papa kalau aku ingin menikah?

Nah ini dia, karena aku anak pertama dan masih polos jadi tak tahu apa-apa.
Apa aku harus bilang kalau aku mau menikahi seorang perempuan?
atau aku harus tunggu mereka tanya kapan aku mau menikah?
Bagaimana kalau aku bilang mau menikah tapi belum diizinkan menikah?
Bagaimana meyankinkah orangtua kalau kita sudah siap menikah?
Sekali lagi, aku mesti cari tahu tentang ini.


→ Berapa banyak modal yang harus aku siapkan?

Menabung adalah salah satu keahlian yang aku dapatkan dari hidup kos.
InsyaAllah, hidup sederhana sementara untuk menabung
demi menyempurnakan setengah agama itu mudah untukku.

Tapi berapa banyak? 100 juta cukup kah di jaman sekarang?
Aku tidak tahu, harus banyak cari info lagi dan diskusi.


→ Dimana nanti aku melakukan pernikahan?

Sebenarnya aku masih bingung tentang tempat pernikahan kebanyakan orang,
tapi mungkin ini hanya masalah teknis dan bisa didiskusikan lebih lanjut 
dengan si perempuan nanti ya? Iya kan? ._.


→ dan, siapa calonnya?

Ini akan dibahas di postingan berikutnya ya, hehe.

=========================================================

Tanpa terasa, cangkir teh itu sudah kosong dan camilannya habis.
Terdengar panggilan sembahyang subuh dari mesjid.
Segera aku bangkit dan bersiap-siap untuk berangkat.

=========================================================

Terimakasih sudah membaca :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka. Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu. Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya. Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu. Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya...