"Haha siapa juga yang suka sama perempuan macam aku? Aku masih kayak gini".
Aku mendengar percakapanmu dengan teman dekatmu secara tidak sengaja.
Meja makan kita berbeda namun kantin yang sempit memaksaku mendengar setiap kata yang kalian bicarakan.
"Lah bohong! Aku dengar, kamu sudah ada yang deketin ya?" Tanya temanmu itu.
"Iyasih dan katanya mau serius juga..." Jawabmu dengan nada malu.
Aku bergegas membereskan piring makanku dan segera membayar lalu pergi, aku tidak mau mendengar sisa cerita itu.
Tidak! Aku sama sekali tidak cemburu karena dia ada yang mendekati. Aku tidak boleh cemburu. Aku tidak mau merasa cemburu dengan perempuan yang tidak ada hubungan apapun denganku.
Tapi entah kenapa rasanya panas di dalam dada ini. Kenapa aku peduli? Kenapa aku marah mendengar bahwa dia sudah ada yang mau menseriusi?
Seharian itu aku tidak bisa bekerja, aku merasa resah. Meresahkan sesuatu yang seharusnya bukan urusanku, apakah aku--?? Tidak, aku tidak peduli dengan urusan dia!
8 jam bekerja terasa lebih lama dari biasanya. Aku pulang, membereskan diri dan duduk di teras seperti biasanya. Dengan tatapan kosong.
Bagaimana kalau dia tidak menungguku datang?
Bagaimana kalau dia... Menerima lamaran laki-laki itu?
Aku tidak berani menjawab pertanyaan itu. Pun aku tak berani bertanya padanya apakah dia mau menungguku. Aku merasa tidak punya hak untuk melakukan itu...
Yang hadir memang tidak semuanya ditakdirkan untuk tinggal. Tetapi, mengapa seberat ini rasanya? Kalau memang tidak ditakdirkan bersama kenapa aku harus dipertemukan dengannya dari awal?
Aku terjaga melewati sisa malam itu. Berharap sang malam bisa membuatku lupa tentang apa yang membuatku sedih.
Berharap saat aku terlelap... Jiwa dan ragaku ikut menghilang dan aku tak perlu bertemu dengannya lagi...
Komentar
Posting Komentar