Langsung ke konten utama

Badai masih di sini



Disaat orang lain memikirkan bagaimana
Caranya menjadi lebih baik,
Saya masih di belakang berusaha jadi baik.

Ketika yang lain sudah sibuk
Membuat orang lain bahagia,
Saya masih di sini mencoba bahagia.

Saya kurang bersyukur,
Saya kurang menghargai apa yang diberikan
Kepada saya. Itu terus yang saya dengar
Dari dalam kepala saya.

Jika orang lain ada di posisi saya
Maka saya jamin mereka akan bahagia.

Masalahnya bukan hanya perkara
Mau atau tidaknya saya bahagia,
Jelas saya ingin bahagia.

Masalahnya saya masih ragu
Apakah saya pantas
Untuk mendapatkan kebahagiaan.

Meskipun ada banyak hal,
Banyak alasan di hidup saya
Agar tampil bahagia,
Saya terus merasa saya kurang cocok
Untuk mendapatkan ini semua.

Saya bersyukur,
Tapi saya ragu apakah orang seperti saya
Boleh untuk bahagia layaknya mereka.

Pikiran seperti itu dan juga
Keadaan sibuk saya sekarang
Terus meyakinkan saya untuk diam.

Rasanya ingin selalu diam,
Jarang muncul, lalu tidak pernah muncul,
Hingga akhirnya tidak ada yang sadar
Bahwa saya sudah tidak lagi di sana.

Keadaan sibuk seperti ini,
Persis seperti masa stres menyusun skripsi
Yang membuat saya ingin drop out kampus.

Bedanya kini tidak ada orang lain
Untuk berbagi keluh kesah itu,
Atau setidaknya yang nasibnya sama
Seperti saya sehingga saya tidak perlu
Merasa jadi orang paling sial di dunia.

Saya tidak berani bicara ke orangtua
Tentang masalah psikologis, lagipula
Saya tahu persis bagaimana respon
Yang akan mereka berikan nantinya,
Pasti hanya menyarankan untuk
Terus bertahan dan menyalahkan
Diri saya yang tidak kuat cobaan.

Saya pun tidak ingin membuat
Bapak ibu khawatir.

Hanya pada saat seperti ini
Rasanya saya ingin meledak
Menjadi kepingan debu 
Yang hilang dibawa angin.

Saat seperti inilah
Rasanya ingin menciut perlahan,
Menjadi sekecil kerikil, sel, atom,
Hingga akhirnya lenyap tiada jejak.

Ingin saya menyalahkan diri saya
Di tahun 2015 lalu yang mendaftar
Di kampus kedinasan itu,
Atau menampar diri saya yang memilih
Kampus kedinasan yang bukan minat saya.

Kalau saja saya egois waktu itu,
Memilih apa yang saya inginkan
Ketimbang menuruti kata orangtua,
Mungkin semua akan lebih baik ya..??

Mungkin...
Mungkin juga tidak...

Ngomong-ngomong,
Bagaimana cara untuk menghilang?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Newfound Motivation

It's enough. I believe living like this is enough. It should be. It has to be. Ketika saya berencana menikah, tentu ini bukan kehidupan pernikahan yang saya bayangkan. Hampir dua tahun berlalu dan kami masih belum melihat ada jalan untuk kami hidup berdua. Semesta memang lucu ya. Saya mengadu kepada Yang Maha Kuasa. Namun Yang Maha Kuasa lah yang menempatkan saya di posisi sekarang ini. Jika Yang Maha Kuasa berkehendak ini jalan bagi kami, selagi kami tetap berusaha, saya percaya kehidupan pernikahan seperti ini tidak akan Ia murkai. Pasti ada maksud dibalik keputusan-Nya membiarkan kami di posisi ini. Meski begitu saya hanyalah seorang manusia. Tidak ada salahnya bukan jika kadang saya merasa putus asa dalam tiap langkah saya? Hanya melangkah kedepan yang saya bisa lakukan. Meski itu sambil menangis, meronta dan mengumpat sekalipun. Jika saya terlihat melakukan segala cara halal yang bisa dilakukan, ya, saya memang se-putus asa itu dan nekat mencoba apa yang saya bisa. Biarkan kat...

crushing pressure

"Hen, tau gak si A sama istrinya pindah" "Hen si B udah pindah" "Hen kok kamu belum pindah" Somehow being told that I'm not the only one with this circumstances doesn't reassure me. What do you know about my situation? Do you think you understand how I feel? Do you think someone that you thought have the same situation as mine REALLY got no help like me? Shut up. I thought some people didn't care about me anymore, but maybe they don't care about me in the first place?

Yang kemarin

Di balik senangnya saya ketika dengar kabar teman-teman menikah, saya selalu tanya diri saya kenapa sih saya masih belum bisa seperti mereka. Jawabannya tentu tidak sesederhana 'belum punya calon untuk jadi pasangan', kalau seseorang yang saya anggap cocok dan sepadan dengan saya sudah saya temukan. Ini bukan juga perkara ada tidaknya modal untuk menikah, tetapi tentang kesiapan saya secara mental dan ilmu. Menikah itu bukan hanya tentang tinggal bersama, tetapi menyatukan dua insan, yang lebih luasnya lagi menyatukan dua keluarga besar yang berarti bukan hanya si A yang punya hubungan dengan saya, namun juga bapak, ibu, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi daaaan banyak lagi yang menjadi keluarga baru saya nantinya. Buat saya rasanya semua itu sangat berat, mengurusi kerjaan dan diri saya sendiri saja saya masih belum mampu optimal. Saya masih butuh waktu untuk belajar lagi dan mengkondisikan cara saya membagi waktu. Kadang kalau ada yang tanya kapan saya menikah, sebenarnya...